Seperti biasanya, rutinitas setiap berangkat sekolah yang Shena lakukan. Berjalan kaki beberapa ratus meter untuk sampai ke jalan raya, menunggu angkot jemputannya. Halte yang jaraknya cukup jauh membuat Shena harus menunggu di pinggir jalan gang rumahnya.
"Selamat pagi, Neng Shena. Udah sarapan belum?" tanya Pak Sapto, supir angkot terbaik Shena. Ialah yang selalu mengantar Shena ke sekolah sejak menjadi siswa baru. Leon sudah berpesan kepadanya untuk selalu mengantar jemput adik kesayangannya itu.
"Pagi Pak Sapto. Udah Pak, tadi dimasakin nasi goreng sama Kak Leon. Kok sepi ya? Ibu-ibu yang biasa naik sama Shena lagi pada libur ke pasar?"
"Kalau itu Pak Sapto kurang tau, Neng. Apa Neng Shenanya yang kepagian?"
"Enggak ah." Shena melihat arlojinya menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Biasanya juga ia berangkat jam segitu.
"Ya udah deh, Pak. Kita berangkat sekarang aja. Nanti telat lagi," ajak Shena.
Sebelum berangkat, tidak lupa menyetel lagu dangdut yang populer pada masanya. Saking sering mendengar lagu-lagu dangdut itu. Shena hampir hafal semua tiap reff lagu yang diputar. Apalagi lagu dua kursi yang di bawakan oleh Bunda Rita Sugiarto, pelafalan intro nya saja Shena bisa.
Awal perjalanan masih terlihat baik-baik saja. Hanya saja di tengah perjalanan Shena merasa tidak nyaman dengan pembawaan mobil Pak Sapto pagi itu. Kayak terlalu memaksa untuk berjalan. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba terjadi serangan mendadak, membuat tubuh Shena maju ke depan. Mana angkotnya tidak ada sabuk pengaman lagi, ya otomatis harus siap jika terjadi guncangan.
"Jangan bilang angkotnya mau mogok, Pak." Shena mulai panik, pasalnya jika angkot itu mogok, Shena mau naik apa ke sekolah. Mana hari ini ada pelajaran Pak Joseph, guru killer tiada ampun. Kebalikan dari Pak Tejo. Nilai 30 jangan mimpi bisa naik jadi nilai 80!
"Bentar Neng, bapak cek dulu."
Shena ikut keluar dari angkot untuk memastikan kerusakan itu tidak parah. Ia terus menerus melihat arlojinya terus berputar jarumnya.
"Parah nggak, Pak. Masih bisa jalan kan? Cuma sampai sekolah aja, setelah itu nggak apa-apa mogok."
"Kalau selamanya mogok gimana, hayo?"
"Jangan dong, Pak. Kontrak kita aja baru mulai. Rugi setahun dong Shena sama Kak Leon. Udah bayar mahal loh!"
Pak Sapto mengerinyitkan dahinya. Kontrak? Orang tua memang agak susah memahami bahasa anak muda zaman sekarang. Mahal? Rasanya itu harga paling murah yang diberikan Pak Sapto, diskon 50 persen lagi.
Setelah, mengecek cukup lama. Ternyata ada kerusakan pada mesinnya. Makanya, mogok jalan. Mau di paksa hingga ke sekolah aja tetap nggak bisa karena perjalanan masih cukup jauh. Shena merengek, mau minta tolong bingung ke siapa. Rumah Bela kan beda arah dengannya dan kemungkinan juga Bela udah sampai di sekolah. Masa sih Shena harus menelpon Leon, tapi mau gimana lagi.
Shena mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. Mencari kontak telepon Kakaknya itu, berhubung hanya ada pulsa untuk nelpon. Kuota Internetnya sudah habis tadi malam gara-gara membuat tugas sekolah.
'Pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Segera isi ulang pulsa anda sekarang juga.'
Mata Shena terbelalak lebar. Suara wanita itu terngiang-ngiang di pikirannya. Perasaan Shena, kemarin ia baru saja membeli pulsa dan belum terpakai sama sekali, tapi kenapa sekarang sudah habis? Rugi dong!