Niat baik Anres malah jadi bumerang baginya. Ia tidak menyangka kalau Shena bisa tersinggung dengan ucapannya, padahal Anres tidak bermaksud mempermalukannya di depan Bu Sar.
Bela beranjak dari kursi menghampiri Anres yang masih mematung. "Lo sadar nggak sih, Res?" tanya Bela.
"Apanya, Bel? Salah ya kalau gue mau berbuat baik?"
"Iya! Salah! Sejak awal lo emang udah salah, Res! Sebaiknya, lo jauhin Shena deh. Dengan adanya lo di kehidupan Shena, itu malah membuat dia semakin tertekan!"
Anres merasa tidak terima dengan perkataan yang memojokkannya itu. Seolah-olah, segala kesialan yang dialami Shena penyebabnya adalah dirinya.
"Sekarang gue tanya sama lo, Bel! Kapan gue pernah membuat Shena dalam bahaya? Justru, gue selalu ingin membuatnya aman! Wanita emang enggak akan pernah mengerti ketulusan seorang laki-laki, sebelum mereka kehilangannya! Apa perlu gue menghilang dari dunia ini! Biar lo puas!!" Anres meninggikan suaranya, berhasil membuat seisi kantin memusatkan pandangan ke arah keributan itu.
Bela tak berkutik. Ia memilih meninggalkan kantin dengan tatapan menyeramkan ke semua orang. Begitu juga dengan Anres, matanya berotasi melihat semua orang. Lalu meninggalkan kantin dengan emosi membludak.
Bunyi bel masuk tak dihiraukan oleh Anres. Seperti biasanya, ia memilih untuk meninggalkan kelas lagi. Baru beberapa hari masuk, Anres bahkan sudah hampir lima kali bolos jam pelajaran. Alhasil, membuatnya mendapatkan SP, alias surat peringatan.
Pelajaran kedua sudah berlangsung, tapi kursi Anres dan Angga masih kosong. Pak Darwin, selaku wali kelas yang juga merangkap jadi guru Ekonomi bertanya-tanya tentang keberadaan Anres kepada para siswa.
"Kalian tahu dimana mereka?"
"Mungkin di roof top, Pak," ujar salah satu siswa.
"Panggilkan sekarang juga!"
"Baik Pak."
Siswa cowok suruhan Pak Darwin bergegas menuju roof top untuk memanggil Anres dan Angga, tapi sesampainya ia disana, tidak ada siapapun. Hanya semilir angin yang meniupkan rambut siswa itu yang datang menghampiri.
"Aneh. Biasanya, kedua sejoli itu langganan nongkrong disini."
Setelah tidak mendapatkan apa-apa, siswa itu turun lagi dan menghampiri Pak Darwin.
"Kosong, Pak. Saya tidak tahu lagi dimana mereka."
Pak Darwin sepertinya habis kesabaran. Dengan langkah cepat ia keluar dari kelas kemudian menuju ruang tata usaha dan mengambil mikrofon. Semua orang di ruang tata usaha itu sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh wali kelas 12 IPS-2 itu.
"Di beritahukan kepada pembuat onar, Anres dan Angga. Segera ke ruangan saya! Kalau tidak saya akan memberikan surat peringatan dan tidak segan-segan memberikan skorsing kepada kalian. Dalam hitungan lima menit sudah ada diruangan saya!"
Mikrofon itu terhubung ke semua speaker di kelas maupun di penjuru sekolah, bahkan ke pos satpam. Semua orang sudah mendengar tentang keributan yang lagi dan lagi merusak pelajaran mereka.
Bela terdiam, ia mengingat kejadian di kantin tadi. Tiba-tiba rasa bersalahnya muncul setelah mendengar ucapan Pak Darwin. Termasuk Shena, ia juga sudah mengeluarkan kata-kata yang tidak enak di dengar saat di kantin tadi. Kedua sahabat itu saling menatap satu sama lain.
"Lo tahu dimana Anres biasanya nongkrong?" tanya Shena.
Bela menggelengkan kepalanya.