Dari ANRES untuk SHENA

Devi Jum'atika
Chapter #18

Ancaman!

Bukan Anres namanya kalau tidak menanggapi ucapan yang membuatnya berbunga-bunga. Sebuah keajaiban yang begitu indah sedang memihaknya. Anres tidak lagi meragukan kalau Leon menerima kehadirannya dekat dengan Shena. Kan, kalau Leon tidak menyukai Anres, ia tidak mungkin berbicara seperti itu.

"Saya lagi dalam proses berjuang, Kak. Sudah dua tahun belum juga di gubris, tapi nggak apa-apa. Saya masih sanggup kok. Satu tahun lagi, dua tahun lagi, atau bahkan sepuluh tahun lagi, saya juga masih sanggup, kecuali janur kuning sudah melengkung. Saya akan menyerah mendapatkan cinta Shena, tapi tetap bertahan untuk mencintainya, siapa tahu nanti mereka bercerai!" ungkap Anres seperti orang yang sedang curhat.

"Hahahaha." Leon tertawa keras, membuat perutnya terasa sakit mendengar pernyataan pahit Anres. Ia tidak tahu kalau adiknya sampai sesadis itu.

Anres begitu senang, ia tidak sabar melihat respon Leon selanjutnya, tapi belum sempat membalas ucapan Anres. Bel masuk berbunyi, Pak satpam meminta Anres dan Shena untuk segera masuk ke sekolah, sebelum gerbang di tutup.

Anres merasa kecewa karena tidak bisa mengobrol lebih lama dengan Leon. Namun, sebelum Anres menghidupkan motornya. Ia berbisik di telinga Leon, membuat Shena penasaran bukan kepalang.

"Kakak pergi ya, Shen. Titip Shena ya, Res," ucap Leon sebelum meninggalkan sekolah Shena.

Shena memukul kepalanya dengan tangannya beberapa kali. Memastikan kalau ucapan Leon tadi tidak nyata.

"Kuping lo masih normal kok, Shen. Titip Shena ya, Res." Anres mengulang kalimat yang sama di dekat telinga Shena, membuat  gadis cantik itu bergedik ngeri.

Anres melajukan motornya ke parkiran, tapi Shena masih mematung di dekat pos satpam, sampai akhirnya satpam menegurnya. "Shena, semua orang sudah masuk!"

Shena seperti orang linglung. Pasti gara-gara ucapan Kakaknya tadi. Kini ucapan itu terngiang-ngiang di telinga Shena. Saat pelajaran berlangsung pun Shena masih memikirkan ucapan itu, membuatnya tidak fokus belajar.

"Shen? Lo kenapa melamun sih dari tadi?" tanya Bela.

"Lagi mikirin sesuatu aja, Bel. Lo nggak lihat kejadian pagi tadi?"

Bela menggelengkan kepalanya. Hal itu wajar terjadi karena Bela biasanya berangkat lebih awal. Jadi, tidak menyaksikan kejadian di gerbang sekolah.

Dsst dsst dsst

Ponsel Shena bergetar di atas  meja saat jam pelajaran. Sebuah nomor tak dikenal terus menerus menelponnya.

Shena mengangkat tangan di sela guru sedang menjelaskan pelajaran untuk meminta izin mengangkat telepon. Khawatirnya, telepon itu penting. Hati Shena dag dig dug. Akhirnya, ia menggeser tombol jawab yang tertera di layar.

"Halo. Maaf ini siapa ya?"

"Kamu membocorkan rahasia yang selama ini saya tutup kepada istri saya! Kamu sudah janji sama saya untuk menjaga rahasia itu. Apa mau beasiswa kamu di cabut!"

Shena terdiam sekaligus bingung dengan ucapan laki-laki yang sedang berbicara dengannya  lewat sambungan telepon itu.

"Saya tidak pernah membocorkannya Pak. Sumpah Pak!"

Lihat selengkapnya