"Shena! Lo dimana, Shen?" teriak Anres di sepanjang lantai dua. Namun, tidak ada siapapun yang menjawab, sampai akhirnya ada seorang Pria yan baru saja keluar dari salah satu ruangan, lalu memperingatkannya untuk tidak membuat keributan.
Anres mengambil kesempatanĀ untuk masuk ke dalam ruangan nomor tiga itu dan memeriksa ke dalam, tapi hanya ada wanita lain yang sedang menikmati minumannya di sofa.
"Maaf."
"Ada apa?" tanya laki-laki itu melihat kepanikan Anres.
"Saya lagi mencari remaja cewek yang belum lama naik ke lantai ini," balas Anres.
"Kalian masih remaja, tapi kenapa bisa masuk ke tempat orang dewasa! Ruangan di sini kedap suara. Jadi, percuma kamu teriak-teriak."
Tidak lama dari itu, wanita yang ikut membantu Anres datang. "Pacar lo itu ada di lantai tiga nomor 7."
Anres dan wanita itu bergegas menuju lantai tiga. Disusul oleh Pria yang menegurnya tadi.
Air mata Shena sudah mengalir deras di wajah cantiknya itu. Bram semakin mendekat ke arahnya. Shena merasa dirinya sedang di borgol, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, walau hanya sekedar maju satu langkah.
"Anres, Anres, Anres," panggil Shena tiga kali sebagaimana ucapan Anres kepadanya. "Kak Leon, tolongin Shena. Res, lo dimana? Gue butuh bantuan lo. Tolongin gue."
Bram tersenyum miring. "Tidak akan ada yang menolong kamu. Saya akan membuat kamu tidak bisa hidup tenang selamanya!" ujar Bram.
"Siapapun di luar tolong!" Shena menggedor pintu dengan sekuat-kuatnya dan membuka paksa pintu itu. Ia tidak peduli dengan tangannya yang akan memar atau terluka. Asal dia bisa keluar dengan selamat sudah lebih dari cukup.
"Sudahlah, lebih baik kamu bersenang-senang dengan saya malam ini. Saya akan menjamin beasiswa kamu aman! Percuma juga kamu gedor-gedor, ruangan ini kedap suara!"
"Tolong jangan lakukan ini kepada saya, Pak. Saya mohon!"
"Sudah terlambat. Sejujurnya, saya tidak mau melakukan ini kepada kamu Shena, tapi keadaan yang menuntut saya untuk melakukan ini," ucap Bram, lalu mendekat ke arah Shena.
Shena menjauh dari Bram. Kemudian mendekati meja dan mengambil botol yang ada di atas meja, lalu memecahkan ke dinding, sehingga pecahan kaca berhamburanĀ di lantai. Shena mengambil pecahan berukuran besar, lalu menodong ke arah Bram.
Bram tidak takut sama sekali. Untuk apa? Hanya seorang gadis yang sangat mudah ia taklukkan. Makanya, Bram sangat santaiĀ menghadapi Shena.