Kini hanya tersisa Anres dan Shena saja. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Grab pesanan Shena juga sudah sedari tadi menunggu di tempat ia menuruni Shena.
"Makasih udah bantuin gue, Res. Tanpa lo mungkin gue udah tamat tadi!"
"Jangan bahas ini dulu. Gue anter lo pulang sekarang. Nanti, Kakak lo khawatir lagi," ucap Anres.
Shena memandang wajah Anres dengan seksama. Cowok yang selama ini ia perlakuan dengan berbagai macam rasa, justru menjadi cowok yang selalu ada di saat Shena dalam bahaya.
Kalau bukan karena ancaman Bram. Mungkin sejak dulu Shena sudah melihat perjuangan Anres. Namun, kali ini mungkin akan berbeda. Shena akan belajar membuka hati meski ia tahu Bram tidak akan tinggal diam setelah kejadian hari ini. Namun, selagi ada Anres di sisinya, Shena merasa aman.
"Lo mau kemana turun dari mobil, Shena Anindia Balqis?" tanya Anres dengan penuh penekanan.
"Bapak grab udah nungguin gue di sana," tunjuk Shena sembari memberi kode kepada bapak grab itu untuk segera ke arahnya.
"Gue anterin lo pulang ke rumah."
"Terus grabnya?"
"Suruh pulang lah."
"Ayo neng, naik," ucap bapak grab itu.
"Maaf ya, Pak. Shena emang selalu nyusahin. Ini buat ongkos bapak. Shena biar saya yang anter. Makasih, Pak, sudah mengantar calon pacar saya. Hati-hati."
Anres memberikan uang pecahan seratus ribu kepada bapak grab itu tanpa kembalian. Hitung bolak-balik bensinnya.
Anres membuka jaket jeansnya kemudian memakaikannya kepada Shena. Seketika, jantung Shena berdebar hebat. Kalau keseringan di perlakukan romantis seperti ini, bisa-bisa jantung Shena copot.
"Setelah dua tahun. Lo senyum juga sama gue. Silahkan masuk tuan putri," ucap Anres mempersilahkan Shena masuk ke dalam mobil, lalu menutup pintu mobil dengan pelan.
Di dalam mobil Shena menyembunyikan tangannya yang sedikit terluka dan memar. Namun, Anres bukannya tidak tahu dengan kondisi tangannya, hanya saja ia sedang mencari toserba untuk membeli sesuatu.
Akhirnya, mereka berhenti di salah satu toserba di pinggir jalan pusat kota. Anres keluar dari mobil untuk membelikannya obat oles untuk tangan Shena.
"Jangan kemana-mana, Shen," pinta Anres.
Shena mengangguk dan benar saja saat Shena ingin keluar untuk mencari udara segar, pintu mobil tertutup rapat alias terkunci. Anres benar-benar tidak membiarkannya keluar.
Dsst dsst dsst