Terjadi pertarungan sengit antara Anres dan Bram, mereka saling memberikan pukulan satu sama lain hingga mengundang semua orang keluar dari kamar.
"Stop! Apa-apaan kalian ini! Bukannya tidur, tapi malah berantem tengah malam," teriak Rina dari atas.
Bram dan Anres kompak menoleh. Lalu menyelesaikan pertikaian mereka. Bram menatap wajah Anres agar ia tidak memberitahu Rina tentang perselingkuhannya.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Anres meninggalkan Bram dan masuk ke dalam kamarnya.
Ia merebahkan tubuhnya di atas kasurnya sembari tersenyum karena membayangkan wajah Shena. Anres tidak akan pernah melupakan malam bersejarah dalam hidupnya, dimana Shena memberikan ketulusan untuknya.
Begitulah kalau orang sedang di mabuk cinta. Bawaannya ingin senyum terus.
****
Tin Tin Tin
Suara klakson motor dari luar berhasil membuat Shena dan Leon keluar rumah. Sudah ada Anres dengan seragam rapi.
Shena mengucek matanya tidak percaya apa yang barusan dia lihat. Anres yang penampilannya berantakan, biasanya baju di keluarkan, kini berubah seratus delapan puluh derajat.
"Lo ngapain pagi buta ke rumah gue, Res."
"Jemput lo lah, masak Kak Leon."
Leon hanya bisa tersenyum, membiarkan dua orang remaja itu saling sahut-sahutan. Lebih baik dia fokus mengurus urusannya.
"Terus, penampilan lo itu?" tanya Shena lagi.
"Why?"
"What? Terserah lo deh, gue mau mandi."
Pasalnya, kurang sepuluh menit jam menunjukkan pukul 06.30. Matahari aja belum muncul ke permukaan dia sudah datang. Enggak sekalian aja sebelum subuh, biar sholat berjamaah bareng!
Anres mengambil posisi baring di teras rumah Shena. Di depannya memang ada kursi panjang yang terbuat dari kayu. Jadi, bisa digunakan untuk membaringkan tubuh, walaupun harus siap dengan sakit punggung.
"Cie yang ditungguin pacarnya," goda Leon saat Shena keluar dari kamar mandi.
"Apaan sih Kak. Nggak jelas!"
"Loh! Harusnya kamu bersyukur punya pacar kayak Anres. Udah kaya, ganteng, baik, perhatian. Apa lagi yang kurang?"