Dari Cakrawala Kepada Samudra

Mesach Kartika
Chapter #2

Bola Basket

Dilain hari, saat langit menyembunyikan mentari dibalik gulungan awan gelap, dr. Gunawan tengah mengunjungi tenda anak. Dia langsung tertarik untuk mendekati seorang gadis manis yang duduk di kursi roda.


"Selamat pagi." Sapa dr. Gunawan.


"Dokter ini Papanya Samudra, ya?"


"Sam, kamu pasti sudah berteman dengannya, ya? Iya, dia anak saya. Kalau begitu, apa kamu yang bernama Cakrawala?"


"Iya, dok."


"Saya senang Samudra langsung mendapat teman yang baik dan kuat sepertimu." Tuturnya sembari mulai memeriksa Cakrawala.


"Apa kakiku tidak akan bisa sembuh?"


"Siapa bilang? Kamu bisa sembuh, kamu kan sudah dioperasi dan sekarang memasuki waktu pemulihan tulang kakimu yang patah. Untuk sementara memang harus pakai kursi roda dulu. Nanti pakai kruk, setelah itu perlahan-lahan kamu bisa berjalan dengan normal lagi."


"Banyak yang bilang aku akan lumpuh."


"Jangan percaya, ya. Kamu bisa pulih, tapi butuh waktu." Senyum dr. Gunawan pun merekah memberi semangat pada gadis kecil yang menyebut dirinya Cakrawala itu.


"Aku ingin melihat Mamaku, dok."


"Kalau begitu, kita ke tenda Mamamu bersama-sama. Tapi tunggu sebentar, saya akan periksa teman-teman mu dulu." 


Cakrawala pun mengangguk dan melihat dr. Gunawan berlalu untuk memeriksa beberapa anak yang terbaring di tenda itu.


***


"Sayang," seru seorang wanita yang terbaring dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.


"Mama," ucap Cakrawala yang mendekat bersama dr. Gunawan.


"Terima kasih, dok." 


"Sama-sama."


"Oh, ya. Dokter kan pasti tahu nama pasien disini, dokter juga pasti tahu nama asliku, kan?"


Dokter Gunawan itu hanya tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan Cakrawala.


"Tolong jangan beri tahu Samudra siapa nama asliku ya!"


"Kenapa? Bukankah kalian berteman?"


"Aku hanya ingin dipanggil dengan nama Cakrawala olehnya."


"Baiklah."


"Dokter janji?"


"Iya." Jawabnya dengan senyuman sebelum beranjak ke pasien disebelah mereka.


"Cakrawala," seru Mamanya sembari tampak memikirkan sesuatu. "Bukankah itu nama panggilan dari dokter wanita waktu itu?"


"Iya, Ma. Aku suka panggilan itu, dan dengan nama itu aku berharap bisa bertemu lagi dengan dokter cantik itu."


Sementara itu, dr. Gunawan yang sedang memeriksa pasien pun tanpa sengaja mendengar obrolan ibu dan anak itu. 


"Tapi sayang, sudah dua tahun dokter Bethania itu tidak pernah datang lagi ke desa kita. Mungkin saja dia telah melupakan kita."


Deg...


Lihat selengkapnya