Dari Cakrawala Kepada Samudra

Mesach Kartika
Chapter #4

Jerit Salam Perpisahan

Ditemani oleh derik suara jangkrik, dan beberapa kemilau perhiasan malam. Cakrawala duduk di sebuah bangku kayu bersama Arnold, kakak sepupunya. Satu buah pohon mangga yang tinggi menjulang menaungi mereka dari bias cahaya rembulan. 


Wajah manis Cakrawala pun redup dari senyuman. Sendu bagaikan malam yang sunyi.


Beberapa orang di posko pengungsian itu tampak berlalu-lalang melewati mereka. Ada tentara yang lewat membawa beberapa kotak makanan. Ada juga beberapa perawat dan dokter yang berjalan seraya memperbincangkan sesuatu. Ada pula penduduk lokal yang menghuni posko pengungsian itu. Memang tidak banyak yang beraktivitas karena sebagian besar dari penghuni posko sedang beristirahat.


Pikiran Cakrawala saat ini tengah tertuju pada Samudra yang sehari penuh tak dilihatnya. Dia merasa harus menanyakan pendapat Samudra tentang rencana kepergiannya ke Kota Atlas.


"Kenapa kau betah sekali merenung di bawah pohon? Ayo masuk ke tenda dan tidur lebih awal!" Ucap Arnold sembari menepuk lengannya yang baru saja mendapat sensasi menusuk dan gatal dari serangga malam.


"Kakak duluan saja!" Jawab Cakrawala tanpa memamdang Arnold. "Aku belum mengantuk." Imbuhnya.


"Di sini banyak nyamuk, Drey!"


"Kak ..."


"Apa?" Arnold menoleh pada gadis kecil di sebelahnya itu. 


"Apa kau benar-benar rela pergi dari tanah kelahiran kita ini?" Perlahan ditatapnya wajah anak remaja yang tampak ragu itu.


"Ah, mau bagaimana lagi? Papa dan mama sudah meninggal. Aku mau ikut siapa di sini? Setidaknya di sana kita disekolahkan. Setelah lulus kita bisa bekerja."


Cakrawala tertunduk tanpa menanggapi jawaban Arnold.


"Ikut saja. Setelah lulus dan bisa cari kerja, kita bisa kembali ke Ambon." Ditepuknya bahu kanan gadis kecil itu dengan lembut.


Beberapa saat mereka terdiam selagi para serangga berdengung di sekitar indra pendengaran mereka.


Hingga tampak dari kejauhan satu mobil tentara datang mendekat. Itu mobil yang mengantar Samudra dan dr. Gunawan.


"Samudra ..." pekik Cakrawala kegirangan. "Kak, jangan panggil aku Audrey ya. Panggil Cakrawala saja!" Pintanya seraya menoleh pada Arnold.


"Kenapa?" 


"Ini hanya permainan antar sahabat." Ketus Cakrawala.


Arnold pun hanya mendengus tanpa melontarkan jawaban.


***


Kepulan debu dari gesekan ban mobil dan tanah menyeruak ke indra penciuman. Memaksa pandangan mata beberapa orang di sekitar tenda anak itu mengikuti arah laju sebuah mobil tentara. 


Dengan senyum yang terkembang, Cakrawala menatap sepasang kaki yang menuruni kursi penumpang. 


"Samudra ..." tuturnya kemudian.


"Jadi dia yang membuat ku harus merahasiakan nama asli mu?" Arnold tampak memutar bola matanya. Tak habis pikir dengan permainan anak kecil. 


Dua orang tentara pun turut keluar dari mobil bersama dr. Gunawan. Mereka tampak memperbincangkan sesuatu selagi Samudra menoleh kesana-kemari. Pandangannya berhenti beredar saat menemukan sosok yang dicarinya. Bibir tipisnya mengembangkan sebuah senyuman, dan langkahnya terayun menuju pohon mangga di depan tenda anak.


Lihat selengkapnya