Penerbangan dari Jakarta menuju Istanbul ditempuh dengan waktu dua belas jam. Pesawat lepas landas jam 9 malam dan mendarat jam 5 pagi waktu Turki, atau jam 9 pagi waktu Indonesia bagian barat. Sementara kami menikmati penerbangan, keluargaku melalui grup WhatsApp asyik melanjutkan obrolannya.
Bagi pencinta kuliner termasuk aku, tentunya penasaran untuk mencicipi kuliner khas tempat-tempat yang dikunjungi. Aku mencicilnya dimulai dengan mencoba makanan dalam penerbangan (in-flight meals). Aku antusias saat pramugara menyajikannya satu jam setelah lepas landas, segera kubangunkan ibu supaya segera menyantapnya. Kulihat tiga orang ibu rombongan kami yang duduk di kursi seberang mulai mencoba berkenalan dengan makanan di hadapan mereka. Menu yang dihidangkan berupa salad + saus asam manis, salad udang, cheese cake, dan roti. Cheese cake yang paling memikat lidahku, walaupun sedang kumakan di udara. Lalu ada dua pilihan hidangan utama, ibuku dapat daging saus asam manis dengan tumis sayuran dan jamur champignon, serta kentang gratin. Sedangkan aku kebagian mi sejenis shirataki disandingkan dengan sayuran.
Namun tiga orang ibu dalam rombongan, termasuk ibuku tampaknya tak sepenuhnya menikmati. Dua orang ibu di seberang kami, tersenyum masam saat mulai menyantapnya. Salah satu dari mereka memilih lemonade yang berpadu dengan daun mint. Ternyata lidahnya tak mampu mentolerir rasa asamnya walaupun dia penggemar cita rasa asam. Begitu juga dengan ibuku ketika mulai melahap makanan yang tersaji, ekspresinya mengingatkanku aku saat masa kanak-kanak. Bagaimana rewelnya aku ketika menu makanan yang disajikan tak cocok dengan seleraku atau bagaimana aku menggeleng dengan tegas sambil cemberut begitu harus melahap makanan yang bukan kesukaanku. Bagaimana sabarnya ibuku dan juga kakak - kakakku saat menghadapi aku kala itu. Tentunya kini aku harus bersikap sama seperti mereka.
Saat menyantap in-flight meals, tentu rasanya berbeda, karena begitu di udara dengan ketinggian tertentu, kemampuan lidah untuk mencecap dan indera penciuman akan berkurang. Menurunnya tekanan di kabin dan tekanan atmosfer yang berkurang tentunya mempengaruhi langit – langit mulut, terasa kering dan pahit. Perubahan tekanan udara saat pesawat terbang landas mempunyai kekuatan untuk menumpulkan sepertiga dari selera makan seseorang Ditambah lagi dengan yg dihidangkan itu makanan asing. Dan makan malam menyesuaikan waktu Turki yaitu jam 6 malam, sedangkan waktu Indonesia sudah jam 10 malam, di sela -sela tidur pulas. Itu yang membuat ibuku kurang bersemangat makan, malahan dia lebih memilih makan roti.