Buku ini belumlah sebuah memoar. Saya merasa belum cukup penting dan berada dalam posisi meminta kesediaan orang lain membaca tentang diri saya. Wartawan biasanya menyebut saya sebagai “pengamat”, atau “pakar”, dan memang itulah kira-kira saya. Selalu hanya mengamati, menganalisis, lalu mengomentari. Saya belum pernah duduk pada posisi yang diamati dan dikomentari. Maka, rasanya agak lucu kalau saya ikut-ikut menulis memoar.
Namun, sebagai orang yang selama seperempat abad menjadi wartawan, puluhan tahun menjadi peneliti—terutama mengamati tentara yang berpolitik—dan sebagai aktivis kesenian untuk waktu cukup lama serta kebetulan selama tiga setengah tahun dipercayai menduduki kursi duta besar, banyak peristiwa penting yang saya saksikan. Pada masa lalu, sebagian besar kesaksian itu tidak mudah dibeberkan. Sebagai akibat runtuhnya rezim otoriter Soeharto dan bangkitnya Reformasi, hal yang dulu dianggap tabu, alhamdulillah kini sudah mungkin diungkapkan. Dalam hal itu, buku ini sebenarnya juga layak berjudul Now It Can Be Told.
Ketika saya memasuki usia 70 tahun, muncul dorongan untuk berbagi kepada mereka yang mungkin tertarik dan barangkali akan mendapat manfaat dari berbagai kesaksian saya tersebut. Banyak yang terdapat di buku ini merupakan penjelasan terhadap sejumlah pertanyaan yang selalu diajukan para mahasiswa saya tentang apa sebenarnya yang terjadi pada masa lalu dan mengapa terjadi demikian. Para mahasiswa saya dan anakanak muda segenerasinya serta generasi yang akan datang adalah pembaca yang saya bayangkan ketika mempersiapkan buku ini.
Sumber utama buku ini adalah pengamatan dan pengalaman. Catatan kesaksian ini dipersiapkan bertahun-tahun secara perlahan-lahan. Sejumlah wawancara—yang sebagian besar direkam—sudah mulai saya lakukan sejak pertengahan tahun delapan puluhan ketika secara berangsur, para pelaku politik dan militer Orde Baru mulai memasuki masa pensiun. Tatkala seorang tokoh memasuki masa pensiun, pada umumnya mereka tiba-tiba sadar tidak ingin pengalaman masa lalunya hilang begitu saja. Mereka ingin didengar, karena itu menulis memoar atau membuka diri diwawancarai. Kesempatan demikian menguntungkan saya. Dan saya manfaatkan dengan baik.