Dari Naya Untuk Naya

Zsa Zsa Eki Liztyasari
Chapter #1

BAB 1 NAYA

Weekend telah menyapa, Panasnya kota Gresik bukanlah masalah. Semua telah menyiapkan agenda menarik, asyik nan menyenangkan dari pagi hingga malam. Sehingga membuat tak bisa tidur di malam sebelumnya. Sayangnya, sensasi menyenangkan dari pesona weekend bukanlah untuk mereka yang bekerja di retail. Contohnya sepertiku dan ribuan karyawan lainnya yang sedang sibuk mengumpulkan nyawa untuk berangkat kerja.

 

Jam menunjukkan pukul satu lebih lima belas menit, waktu melamun sudah tuntas kini saatnya berangkat bekerja. Aku memiliki kelebihan yaitu stamina dan kemampuan hidup hemat. Meski terik matahari di Gresik mampu mencabik-cabik kepalaku, aku tetap memilih berangkat kerja naik angkot yang kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki.

 

Jadi bisa bayangkan bagaimana rupaku ketika sampai di tempat kerja. Syukurlah aku bekerja di toko sepatu, Go Sport di Mall Cassa. Karena bekerja di dalam gedung aku bisa berteman baik dengan AC. Sesampainya di toko aku segera merapikan diri, memoles make up tipis dan tak lupa sebelum stand by aku mengambil tempo untuk melirik penampilanku. Oh, dia muncul, sebuah gumpalan awan mendung di atas kepalaku. Aku lupa, sebenarnya masih ada kemampuan lain yang kumiliki yaitu imajinatif. Tidak berbentuk kata-kata tetapi visual metafora yang hanya aku yang mampu melihatnya. Aku sendiri lupa tepatnya kapan aku melihat berbagai bentuk awan atau cuaca di atas kepalaku, yang pasti aku bukanlah seseorang yang pandai merangkai kata jadi lebih mudah menggunakan cuaca untuk menggambarkan perasaanku.

 

“Hei, Nay, ayo cepet sini,” aku menoleh, rupanya Angga, teman kerja yang memanggilku. Aku segera Menghampirinya. Melihatku, Angga kemudian mengangkat sepatu terbaru. Sekejap aku meraih sepatunya, takjub melihat desainnya. Astaga, ini terlihat jauh lebih bagus daripada yang kulihat di website. Dengan tema ‘Something In The Garden’ mereka membuat pola sulur dengan bunga Camelia merah dan kuning yang di bordir cantik. Dipadu warna biru pastel sepatunya membuatnya tampak lebih cute dan feminim.

 

Kulirik Angga tersenyum puas sembari menyilangkan tangan di dada melihat reaksiku. Dia paham betul aku sangat menyukai hal seperti ini.

 

“Angga, yok waktunya break.” Pak Arif, kepala tokoku memanggil.

 

“Hei, uda jangan dilihatin doang ini barang jualan, bukan barang museum dah, display lagi sana,” celetuk Angga yang gemas melihat kelakuanku. Melihat anggukanku ia hanya menghela nafas ia yang shift pagi segera mengekor ikut Pak Arif untuk break.

 

Aku menepuk wajahku, baik waktu untuk mengagumi sudah cukup kini saatnya bekerja. Sebagai seorang sales, aku memiliki target penjualan yang lebih tinggi disaat weekend. Bagiku yang hanya tamatan SMA bergaji UMR dan merupakan salah satu karyawan dari perusahaan besar adalah sebuah kemewahan dan kebanggaan. Meskipun dalam pengabdian harus mematri loyalitas dalam sendi-sendi muda kami kepada keramah-tamahan para filantropis kapitalisme. Lantas, hidup sebagai pondasi dan sumber daya terbesar mereka. Nahasnya, kami juga sumber daya yang paling mudah digantikan.

 

Menjelang jam tutup Mall, sudah banyak pengunjung yang pulang, saatnya bagiku dan Dinda si gadis kucing untuk bersiap-siap tutup toko. Kusebut si gadis kucing bukan karena dia suka kucing, bukan, melainkan sifatnya yang seperti kucing. Bila ada maunya atau ketika mood-nya bagus ia seperti anak gereja yang pandai bernyanyi, lembut nan santun juga kata-katanya memiliki harmoni indah bila didengar. Namun, sikapnya berbanding terbalik ketika mood-nya buruk, maka semua yang berisik, tidak sesuai aturan, bergerak, bernafas adalah salah. Jadi pilihan terbaik adalah diam dan menjauh dari radarnya.

 

 “Mba Naya, aku urus kasir, Mba yang urus display ya,” aku hanya mengiyakan. Meski begitu kuakui dia gadis yang pintar dan baik, tentunya ketika mood-nya baik.

 

Semuanya selesai dengan cepat. Hanya tinggal menunggu Pak Dana, kepala tokoku yang lain untuk mengirim laporan. Aku hampir memenuhi target penjualan hari ini begitu juga dengan Dinda. Target weekend memang edan!

Lihat selengkapnya