Dari Naya Untuk Naya

Zsa Zsa Eki Liztyasari
Chapter #3

BAB 3 PERUBAHAN KECIL

“Nay, ayo bangun uda jam tujuh. Sarapan dulu sebelum berangkat ya,” kata mama, aku hanya mengangguk pelan tak sanggup tidur semalaman.

 

Oci muncul dari pintu yang terbuka. Ia naik ke kasur mengeong menghadapku. Aku meraihnya serasa memeluknya. Bulunya halus dan tubuhnya hangat. Setidaknya masih ada serpihan yang membuatku nyaman dirumah ini.

 

Mama kembali ke kamar menyerahkan seragamku yang habis dicuci dan sarapan untukku. Mie instan rasa soto favoritku. Dulu biasa kumakan di hari Minggu pagi sembari menonton kartun karena aku hanya dijatah makan mie seminggu sekali. Tapi sekarang aku memakannya di Selasa pagi, bukannya menikmatinya dengan menonton kartun aku justru mengemban tuntutan baru. Setidaknya rasa mienya tidak berubah.

 

Aku menghabiskan mieku dengan cepat karena tak makan semalam. Aku memakai celana jens dan tak mengganti bajuku, toh nanti sesampainya di Gresik aku akan langsung ganti baju. Lebih baik begitu daripada menambah baju kotor.

 

Aku juga tak merias wajahku, cukup merapikan rambut saja. Papa sudah menunggu di ruang tamu di temani tembakau dengan kepulan asapnya. Melihatku ia mematikan rokoknya.

 

Mama dan bude ikut ke ruang tamu. Aku menyalami mereka berdua.

 

“Sukses selalu ya Nay,” kata mama. Bude juga mengatakan hal yang sama.

 

Motor telah dinyalakan aku naik di jok belakangnya. Motor berjalan pelan, mama dan bude melambai padaku. Setiap kali aku berangkat ke Gresik aku bisa melihat mama seperti sedang merapalkan doa agar perjalananku lancar. Aku hanya tersenyum lalu tak lama mereka berdua tak terlihat lagi.

 

Perjalanan tiga jam tentunya merupakan perjalanan yang melelahkan. Aku tiba di Gresik pukul setengah sebelas. Panasnya tiada ampun. Bila aku adalah sepotong daging steak maka tingkat kematanganku adalah welldone. Sebelum Papa kembali ke Pasuruan aku memberikan uang untuk beli bensin kepada Papa. Papa tersenyum tak nampak giginya, sudah rontok semua karena kebiasaan buruk. Lantas aku menyalaminya. Pria paruh baya itu pergi melaju dengan motornya. Aku menunggunya hingga ia menghilang diujung jalan.

 

Lihat selengkapnya