Dari Naya Untuk Naya

Zsa Zsa Eki Liztyasari
Chapter #21

BAB 21 JENDRAL

Untuk memenangkan peperangan sengit kita membutuhkan informasi, strategi dan sekutu. Jangan lupa, kelicikan juga menjadi salah satunya. Dan jendral yang kulawan saat ini adalah Ica. Ia dengan otak piciknya menodai peperangan yang bersih dan adil. Tanpa sepengetahuanku ia berhasil merangkul Mba Milla sebagai sekutu dan tanpa persetujuanku ia mengenalkan ku pada seorang pria yang tak tahu rimbanya.


Aku yang terjatuh pada taktik busuk mereka mencoba melawan mati-matian. Perdebatan tiada akhir, aku sendiri sebagai wanita tahu betul betapa sulit beradu mulut dengan wanita lain. Satu saja sudah membuat pening, justru sekarang aku di serang dari dua sisi. Dengan berat hati aku mengibarkan bendera putih. Aku akan bermain dalam permainan konyol mereka.


Ica dan Mba Mila melolong di atas penderitaanku. Kentucky yang mereka makan makin nikmat rasanya setelah diberi sentuhan kemenangan mutlak. Entah lelaki macam apa yang mereka kenalkan padaku. Aku harap dia bukan seorang peramal atau pun pria aneh.


***


Dua Minggu sudah aku berkirim pesan dengan lelaki yang Ica dan Mba Milla kenalkan padaku. Menurut penilaianku ia adalah laki-laki yang tak berpengalaman dengan wanita. Kata-katanya canggung dan kaku. Tidak terlalu buruk, kami memutuskan untuk bertemu.


Kami pergi ke bioskop, makan lalu pulang. Esoknya, ternyata aku di blokir. Tuhan memang suka bercanda.


“Mba Nay kok bisa sih, Mba gelut sama dia?” Ica panas, sepanas semangkok bakso yang baru ia pesan.


“Mana ada, awalnya biasa aja. Kita bayar tiket sendiri-sendiri terus dia beliin aku popcorn. Eh, di tengah-tengah film dia bilang itu popcorn yang aku beliin kan? Aku ambil lagi ya, soalnya laper, gitu,” Ica menepuk jidatnya tak percaya. Kejadian semacam ini terlalu mustahil. Terlebih di kencan pertama? Petaka!


“Mba pasti bohong kan?”


“Serius, terus kita makan. selese ya pulang. Paginya aku malah di blokir.”


“Aku ga paham, awalnya aku yang pengen jauhin dia pelan-pelan, kok malah aku dulu yang diblokir. Ga cuma itu Ca, nih cowo juga semacam indigo gitu. Masa pas makan dia cerita pernah ngerukiyah dan bisa-bisanya malah aku yang di ghosting. Emang paling bener kalo aku cari sendiri.”


Percakapanku dengan Ica berakhir sia-sia. Ica dan Mba Mila masih aktif mencarikan kandidat yang cocok untukku. Sampai 2 pria berikutnya, yang tak kalah anehnya. Aku sudah tak bisa lagi mengikuti permainan Ica dan Mba Mila.


Kamar kosku telah disulap menjadi ruang persidangan. Di sini aku sebagai korban ingin menegakkan hak berpendapatku. Ica dan Mba Mila di kubu sebelah dengan lidah lentur seorang sales pintar sekali memandikanku dengan berbagai rayuan manis. Aku acuh, mereka mencoba lagi, nihil. Mereka mulai mengancamku, aku tak gentar.


“Nay jangan keras kepala dong. Ini juga demi kebaikan kamu,” cetus Mba Mila.


“Iya Mba, kita cuma peduli sama Mba,” Ica menambahkan.


Lihat selengkapnya