Setelah email hasil PI, email shuffle mengguncang kami sekali lagi. Pak Dana memegang list nama-nama mereka yang dimutasi. Dugaanku dengan Angga benar. Kami akan kehilangan Pak Arif.
Pak Arif dipindah ke salah satu toko di Surabaya. Mulai lusa ia aktif dimutasi. Banyak hal yang terjadi rasanya sulit mencerna semua yang telah terjadi. Aku kehilangan banyak hal.
Ica tidak membaca pesanku sedari tadi siang. Biasanya dia akan membalasku saat istirahat. Mungkin tokonya sedang ramai. Aku sampai terlebih dahulu di kos, seharusnya Ica sebentar lagi datang.
Terdengar suara motor masuk, aku melongok keluar. Ica, sudah sampai, ia masuk kamar tak mengatakan apapun dan langsung Duk di pinggir kasur, “Ca, ternyata bener dugaanku Pak Arif yang dimutasi. Pak Arif dipindah ke Go Sport di Surabaya. Rasanya sedih gitu soalnya Pak Arif orang yang kasih aku kesempatan kalo aku pantas buat dipertahanin. Kalau tempatmu siapa yang kena shuffle, Ca?”
Ica masih menunduk. Ia seperti mengatakan sesuatu, suaranya kecil seakan tak ingin aku mendengarnya, “Ca, kamu gapapa?” Aku mengelus pundak Ica.
“Aku Mba….”
“Kamu kenapa Ca?”
“Aku yang dipindah Mba sama Rina ke Surabaya.” Ica menoleh padaku dengan matanya yang sudah merah. Seketika duniaku perlahan runtuh, Ica lebih dari sekedar teman sekamar bagiku, ia adalah sosok tulus yang menerimaku. Ia seorang sahabat yang hadir pada setiap jatuh bangungku di sini. Ia selalu mengingatkan agar aku mendahulukan kebahagiaanku terlebih dahulu.
“Mau gimana lagi Ca, namanya kerja. Gapapa pelan-pelan kamu pasti bisa adaptasi, di Surabaya pasarnya lebih bagus jadi peluang kamu dapat bonus lebih besar. Di sana hiburan sama kuliner lebih bervariasi daripada di sini jadi kamu ga bakal bosen. Kamu nanti….”