Dari Naya Untuk Naya

Zsa Zsa Eki Liztyasari
Chapter #27

BAB 27 BODY ALARM

Pulang lembur menjadi kebiasaan. Loyalitas bukan lagi masalah bagiku. Pulang hanya untuk tidur, sekejap membuka mata aku sudah berada ditoko. Kata Angga bentukku sudah menyerupai TV LED, tipis. Aku yang kurus, makin kurus. Ini berat badan terburukku selama bekerja. Pekerjaanku memang bertambah karena aku juga ikut mengurus admin. Oh, tentu saja semua karena nyonya cantik yang hanya menjadi pajangan ditoko. Melihat Pak Dana, aku menawarkan untuk membantu beberapa pekerjaanya agar liburnya bisa tenang. Banyak deadline terlewat karena si nyonya tidak bisa membagi prioritas dan mengurus admin. Angga dan Dani tenaganya juga diperas sampai kering. Mereka berdua sudah angkat tangan.


Begitulah ceritanya, sebenarnya bukan hanya itu alasanku menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Aku hanya merasa kesepian. Rumah sendiri bukanlah tempatku pulang. Ica, sahabat yang peduli padaku sudah tidak berada di sini. Tanpa ya aku menyadari bahwa ada bagian dari dalam diriku yang mulai bergantung. Ketidakhadirannya membuat diriku pincang. Aku harus kembali seperti dahulu, ketika hanya mengandalkan diriku sendiri. Aku harus beradaptasi dalam peralihan ini.


Makan telat, tubuh lelah, kepala pusing menjadi kawan baruku. Kupikir semua itu respon normal ketika kelelahan. Aku mengabaikan semua body alarm yang kurasakan. Di Sabtu sore akhir bulan aku masuk shift siang, merasakan nyeri luar biasa di area perut. Ini bukan nyeri mens, aku selesai mens Minggu lalu. Lantas rasa sakit apa ini? Dibuat berjalan saja perihnya bukan main, aku berjalan layaknya balita yang belajar berjalan. Mungkin karena aku menahan pipis, tetapi di toilet aku tidak bisa pipis. Keringat dingin membanjiri tubuhku. Aku meringkuk di gudang.


“Nay, kamu kenapa?” Angga yang melihatku berjalan tertatih ke gudang curiga ada sesuatu yang terjadi padaku.


“Aku ga tau, tiba-tiba bagian perutku sakit banget. Dibuat jalan juga ga kuat.”


“Kamu diem di sini, jangan kemana-mana.” Angga pergi meninggalkanku. Dari ujung, samar kulihat ia sedang berbincang dengan Pak Dana.


“Nay, gimana kondisimu? Kamu kelihatan pucat, ke rumah sakit aja gimana?” giliran Pak Dana menghampiri, ia terlihat cemas.


“Ga usa Pak, biar kubuat istirahat dulu. Kalo sakitnya reda aku bisa lanjut kerja.”


“Ga bisa Nay, gini aja karena kamu ga mau ke rumah sakit mending kamu ke dokter biar Angga yang anter. Hari ini kamu langsung pulang aja. Biar Dani yang lembur dulu. Kalau dokternya bilang kamu harus istirahat kirim surat dokternya kamu bisa istirahat, oke?” Aku mengangguk lemas, Pak Dana membantuku berdiri. Tiap langkah aku terus mengaduh.


Pak Dana memanggil Angga untuk mengantarku ke dokter. Melihatku yang lemas ia sigap mengambil barang-barangku. Sampai di dokter Angga yang mengantri. Tertulis nomer 37 di kertasnya, sakit di perutku sedikit mereda.


“Ga, kamu balik aja ke toko aku uda gapapa,” saranku pada Angga.


“Janganlah Nay, kamu masih sakit gini.”


“Gapapa aku udah mendingan kamu tinggal aja, nanti pulangnya biar aku naik ojek online. Kasihan Pak Dana sama Dani.” Angga sedang berpikir, menimbang kondisinya. Ia memejamkan mata lantas menghelas napas berat.


“Oke, tapi kalo ada apa-apa langsung hubungin aku ya,” aku mengangguk.

Lihat selengkapnya