Gadis itu menoleh. Rambutnya yang panjang sebahu ikut bergerak dramatis saat kepalanya menengok tajam pada seorang temannya.
“Ikut, ya?” kata temannya itu.
Gadis bernama Divi itu tetap menggeleng-gelengkan kepala. Hanya saja kali ini dengan mata dibelalakkan lucu. Sengaja, untuk basa-basi karena ia tak tahu lagi mesti berkata apa.
“Masa nggak ikut mulu sih, Div?” temannya yang lain, Anita, berbicara. Ia sedang membenahi kerudungnya yang melenceng karena hembusan angin yang kuat sore itu. Bicaranya tidak jelas karena ia menggigit jarum pentul kerudungnya. Agak seram tapi sudah biasa bagi mereka yang mengenakan hijab.
“Aku mau pulang aja,” Dan, Divi tetap menolak ajakan hampir semua kawannya. Setelah semangkuk mie rebusnya habis, ia memisahkan diri dari mereka. Ia bergegas ke parkiran dan menuju ke arah motornya untuk pulang. Di gerbang sekolah, ia bertemu lagi dengan beberapa temannya yang berencana menonton pertandingan futsal malam itu.
Rencana mereka sederhana sekali. Dan rencana itu sebetulnya mengasyikkan. Mereka akan bermain ke rumah Anita lalu menonton futsal pada pukul 7 malam nanti. Kelas mereka memang akan bertanding dengan kelas lain hari ini. Sekadar hiburan saja setelah berhari-hari sibuk dengan sekolah.
Tapi Divi memiliki rencana lain. Malam nanti merupakan malam sabtu. Dan ia sedang jengkel pada seseorang. Ia ingin membalas tulisan orang tersebut setelah terus-menerus menundanya.
Tak sampai 20 menit, Divi sampai di rumahnya. Rumah tersebut tampak lengang meski cat kuningnya mampu memberikan kesan ceria sebagai penyeimbang. Ia segera mengambil kunci di tasnya untuk masuk ke rumah itu. Namun rogohan tangannya tak juga menemukan kunci tersebut.