Dari Sebuah Impian

Eddy Tetuko
Chapter #10

Tekad Devara


Saat ini pesawat ditumpangi oleh Devara telah berbelok arah, tidak lagi menuju bandara Soekarno-Hatta, melainkan mengarahkan pesawat menuju bandara Halim, sesuai instruksi dari otoritas penerbangan.

Tidak ada keterangan yang pasti tentang pengalihan pesawat begitu mendadak. Yang pasti pesawat ditumpangi Devara telah menjejakkan rodanya di landasan Halim.

Hiruk pikuk suasana bandara, silih berganti pesawat dari berbagai maskapai domestik turun di sini. Kesibukkan dilandasan begitu terasa tidak seperti biasanya, layaknya ada pasar malam.

Orang-orang berlarian menuju terminal setelah keluar dari pesawat, mereka ingin tahu kepastiannya kenapa dialihkan ke bandara ini. 

Ada beberapa orang menuntut kompensasi atas kejadian ini, telah mengganggu jadwal telah direncanakan, banyak keluarga, karabat penumpang kecele, terpaksa harus berangkat lagi menuju bandara Halim untuk menjemput.

Demikian juga yang dialami oleh Devara segala rencana dipersiapkan telah buyar. Mendarat di bandara Halim ini baru pertama kalinya dirasakan, terasa asing baginya.

Di saat pesawat akan mendarat tadi, Devara sempat melihat dari jendela kaca, dua pesawat jet tempur melintas begitu dekat disampingnya. 

Pemandangan langka pernah dilihatnya, ada apa yang sebenarnya terjadi, kenapa banyak kejadian aneh dialaminya? Apakah nantinya Odi, juga akan mendarat di sini?

Pertanyaan itu terjawab, ketika dirinya menjejakkan kakinya di landasan bandara, begitu banyak orang-orang berlarian menuju gedung terminal, ketika baru turun dari pesawat.

Di atas langit bandara banyak pesawat akan turun dalam waktu berdekatan, tidak biasanya seperti ini. Baru menyadari ketika sudah berada dalam gedung terminal. 

Mendapat kabar selentingan bahwasanya pesawat ditumpangi Odi, temannya, dibajak di udara!

Bagaikan disambar petir mendengar berita ini, ingin mengetahui lebih pasti kebenarannya.

Seandainya betul terjadi tidak akan mungkin temannya akan mendarat di sini, dimana pesawatnya akan mendarat? Tanda tanya besar dibenaknya, mencoba mencari informasi kepada siapa saja ditemuinya.

Dia harus bisa menemuinya segera dimanapun pesawat temannya didaratkan. Menghawatirkan keselamatannya. Dugaan sementara pasti akan menuju bandara Cengkareng.

Itu sebabnya bandara cengkareng diseterilkan dari semua pesawat yang datang dan pergi. Kecuali, pesawat Boeing 737 ER-29, saja yang diperbolehkan mendarat!. Seperti itu dugaannya

Ibu Endang juga tidak kalah sibuk, mencari keponakannya akan menjemput, apa sudah sampai di dini juga.

"Ada apa ini, Dik, Devara, kenapa rame sekali banyak orang. Bagaimana dengan ponakan Ibu, telah menjemput di bandara Cengkareng?"

Ibu Endang, sekarang tampaknya gelisah, kenapa pesawatnya harus mendarat di sini. Padahal ponakannya mengabarkan sudah menjemput di sana.

"Iya, bagaimana ini, Bu? Devara juga tidak tahu kenapa dialihkan di sini Teman yang saya khawatirkan, sepertinya tidak akan mendarat di sini." Tampak tegang raut wajah Devara.

"Memang ada apa dengan pesawat teman Dik Devara, tidak mendarat di sini."

"Itu, Bu, dengar-dengar kabar, pesawat tengah ditumpanginya sedang dibajak! Saya harus bagaimana ini, Bu. Tolong Saya, Bu," gemetaran bibir Devara mengucapkannya.

Apa, Adik bilang tadi ... dibajak? Memang ada sawah di atas awan sana? Kok, pake dibajak segala. Ibu jadi bingung maksud, Dik Devara ini."

Ibu Endang orang desa asli, baru ke dua kalinya ini naik pesawat, tidak paham. Jadi wajar tidak tahu istilah pesawat dibajak. Dikira disawahnya sendiri saja yang bisa dibajak.

"Ibu ini malah bercanda ... pesawat dibajak itu .... Aduuh, susah jelasinnya kalau Ibu tidak tahu. Nanti saja saya jelaskan kalau kita ketemu lagi, Bu. Saya harus buru-buru ke Cengkareng .... Maaf, Bu, saya tinggal dulu."

Tidak mengindahkan Ibu Endang, karena dirinya sedang kalut. Segera berlari keluar gedung, akan mencari taxi untuk dapat mengantarkanya ke Bandara Cengkareng. 

Tinggal Ibu Endang terbengong-bengong sendiri.

"O, Allah bocah kuwi, ditakoni malah mabur, wae." (Ya, ampun anak ini, ditanya malah kabur saja)

Tidak perduli Ibu Endang sedang ngedumel memarahi dirinya, seandainya tidak ada masalah ingin ngobrol lama dengannya. Tapi bukan waktunya sekarang.

Devara, merupakan gadis asli Kalimantan, biasa menghadapi kehidupan keras dilingkungannya, Tidak akan bisa berdiam diri.

Temannya sedang mengalami musibah seperti dikhawatirkannya. Ia harus segera menuju ke sana! Pasti temannya membutuhkan bantuannya.

Kejadian ini tidak bisa diajak main-main.

Kali ini harus tegar menghadapinya. Bukan masalah kecil apa bila kita mengalaminya sendiri, bagaimana rasanya pesawat sedang kita tumpangi tiba-tiba dibajak oleh teroris.

Akan banyak kengerian dan penderitaan bakal dialami, selama kita dijadikan sandera. Sering dibaca dan dilihatnya di televisi. Kenapa tadi kita tidak berangkat bersama saja? Semua sudah terlambat!

Tapi membayangkan bagaimana seandainya tadi satu pesawat dengan temannya, kemudian mengalaminya sendiri pesawat dibajak, pasti sangat mengerikan sekali. 

Sesampainya di luar menemukan banyak taxi biru berjejer. Tanpa banyak menawar, langsung minta diantarkan ke bandara Cengkareng.

Lihat selengkapnya