Kembali menghubungi Kapten Hardiansyah.
"Kapten Hardiansyah ...! Bisa mendengar saya. Mohon dipandu kembali."
Tidak dijawab, sudah mengira akan seperti ini. Kejadian tadi dikira disengaja, padahal bukan seperti itu. Yang di bawah tidak melihat peristiwa yang sebenarnya.
Melanjutkan kembali. "Baru saja mengalami masalah di luar perhitungan. Bukan saya sengaja Pilot disamping sudah meninggal tertembak, tiba-tiba jatuh menindih gagang kemudi. Sehingga saya tidak dapat mengendalikan pesawat. Beruntung saya bisa mengatasinya."
Merasa lega telah mengutarakan ini semua, didengar semua orang, berharap bisa merubah pandangan mereka sehingga berkesimpulan. "Bisa saja terjadi seperti itu, kenapa tadi pesawat bisa melenceng begitu jauh."
Akhirnya berhasil kecurigaan dikesampingkan, Kapten Hardiansyah bersedia memandu lagi.
Belum sempat Kapten Hardiansyah memandu, tiba-tiba terjadi lagi sesuatu yang lebih mengejutkan ..." Datang dari depan! .... Dari kejauhan terlihat sebuah noktah hitam, menari-nari dalam kasat mata fatamorgana.
Semakin lama noktah itu semakin membesar, tidak lagi menari, tapi memperlihatkan sosok hitam menyeramkan, meluncur deras menghampirinya. Ternyata .... Sebuah pesawat jet tempur menghadang dari depan, berjarak kurang dari satu mile dihadapannya!
"Bah! Ada apa lagi ini?" mengumpat sendiri.
Ini sudah tidak main-main lagi, pesawat jet tempur itu diperintahkan untuk menembak dari depan, tidak lagi bersembunyi di belakang ekornya, tapi terang-terangan memperlihatkan jati dirinya, dengan mengendong sepasang rudal terlihat jelas di kedua sayapnya.
Berkemungkinan dirinya sudah tidak dipercaya lagi, ditenggarai akan melakukan tindakan bunuh diri lebih ekstrim melebihi dari yang sebelumnya, meskipun sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tadi barusan.
Semakin mendekat, terlihat sudah bersiap akan meluncurkan ke dua rudalnya. Tidak terbayang apa jadinya nanti, tubuhnya akan hancur menjadi abu, bersama puluhan penumpang lainnya.
Tidak akan mampu mengelak dari terjangan rudal ganas itu. Ini pesawat komersial, tidak dirancang untuk dapat melakukan manuver akrobatik, seperti pesawat jet tempur pada umumnya.
Andaikan mampu mengelak, tidak akan berarti apa-apa. Rudal itu dapat memburu sendiri sasaranya, dengan mengandalkan sensor panas. Mampu melacak buronannya dengan presisi.
Sehingga dikenal dengan istilah "Shoot and Forget it" Tembak dan Lupakan ... dikalangan para Pilot pesawat jet tempur.
Tidak ada juga kursi pelontar untuk dapat menyelamatkan diri seperti yang ada dalam pesawat jet tempur. Seandainya ada, akan melakukannya.
Sudah berkali lolos dari maut, tapi kali ini jangan berharap, ketika semburan api sudah terlihat di ke dua sayap pesawat jet tempur itu. Ke dua rudal telah diluncurkan!
Melesat bagaikan petir! Dua rudal Exocet telah dilepaskan meluncur deras menghampiri dirinya, akan menuntaskan cerita heroik pemuda dalam kokpit Boeing 737, saat ini sudah pasrah, memejamkan ke dua matanya.
Sempat mengucapkan selamat tinggal kepada sahabat terbaiknya Devara!
Di saat pencabut nyawa sudah akan meraih jantungnya. Tiba-tiba kilatan cahaya terang benderang menyilaukan mata, datang begitu cepat dari samping. Menerjang ke dua rudal sudah mendekati moncong pesawat Boeing 737.
Yang terjadi kemudian sulit dipercaya, ke dua rudal itu hancur berkeping dihadapannya, sebelum sempat meledakkan pesawat dikemudikannya.
Menyisakan percikan kembang api berwarna warni, sebelum menghujam ke dasar laut! Diikuti lesatan dua pesawat jet tempur lainnya, mengejar musuh baru saja melepaskan rudal mematikan.
Berhasil dicegat lebih dahulu dengan menembakkan roket, sebelum sempat merontokkan pesawat Boeing 737.
Sesaat kemudian terjadi pertempuran di udara "Dog Fight," di antara ke tiga pesawat jet tempur itu, luput dari pantauan media.
Setelah melalui pertarungan sengit di udara yang begitu menegangkan urat syaraf. Pada akhirnya pesawat musuh berhasil ditembak jatuh ke laut.
Menyisakan pertanyaan. "Ada apa ini sebenarnya, siapa yang telah menolongnya tadi. Siapa juga yang ditembak jatuh pesawatnya?"
Tidak sempat menganalisa kejadian barusan, dikesampingkan dulu. Dirinya belum terbebas dari masalah dihadapinya .... Belum selesai!
Masih ada lagi ... imbas ke dua rudal dihajar roket tadi, telah melantingkan ribuan keping baja ke segala arah. Sungguh nahas, salah satunya menghantam jendela samping kokpit pesawat, Boeing737!
Jendela samping pecah berantakan! berakibat udara dalam kokpit terhisap keluar! Melontarkan apa saja ke udara, segala benda tidak terikat.
Laptop kesayanganya menjadi korban, terpelanting terhisap keluar, selimut dikenakan Co. Pilot terbang ke udara. Tubuhnya melambai disamping jendela, beruntung sabuk pengaman masih mampu menahannya.
Suara bising dalam kokpit bagaikan jutaan lebah mengepakkan sayapnya. Tekanan udara di dalam kokpit meningkat drastis, membuat telinga terasa mau meledak seketika.
Andaikan kursi duduki dapat dilontarkan ke udara, pasti akan dilakukannya. Tidak perduli lagi dengan penumpang dibelakangnya.
Sudah tidak tertahankan rasa nyeri di kedua telinganya, seperti ditusuk duri kaktus padang pasir tandus, gurun sahara.
Tidak bisa dilakukan pesawat ini tidak dilengkapi dengan kursi lontar. Bertahan sekuat tenaga, hanya ada satu jalan keluar dari neraka ini. Mendaratkan pesawat ini secepatnya!
Ini bukan filmis! Kenyataannya memang seperti itu.
Suara Kapten Hardiansyah memandu sudah tidak terdengar lagi, ditelan kebisingan dalam kokpit! Sudah tidak karuan lagi suaranya, sulit dicerna.
Mengingat sebisanya panduan Kapten Hardiansyah sebelumny Sudah tidak karuan lagi suaranya, sulit dicerna.
Seandainya harus tamat riwayatnya, tidak ada yang perlu disesali. Sudah berkali dirinya terselamatkan. Kali ini berharap sekali lagi, untuk yang terakhir kalinya, dapat mendaratkan pesawat dengan selamat.
Pesawat sudah berada di atas daratan. Beberapa helikopter militer tampak mengiringinya, tidak akan berani menembak karena sudah berada di atas pemukiman padat.
Sudah sampai batas kemampuan untuk dapat bertahan dari rasa sakit luar biasa, dirasakan, sampa membuat darah segar menetes di kedua telinganya.