Dari Syukur Hingga Syakur

Sukma El-Qatrunnada
Chapter #1

Windu Pertama: Lahir

Kelahiran manusia merupakan takdir mubram. Ketentuan mutlak Allah SWT yang ditetapkan sejak zaman azali dan tidak bisa diubah oleh siapa pun.

~~~


Seorang perempuan dengan rambut pendek di bawah telinga duduk di amben kayu. Mukanya agak semrawut dan tampak tak tenang. Berkali-kali dia meremas telapak tangan. Meski beberapa bulan belakangan ini wajahnya nyaris tak terawat, tetapi pesona ayunya jelas terlihat. Lasmini namanya. Kembang desa yang dulu ketika muda disukai banyak pemuda.

Peluh terus luruh dari kedua sisi dahinya. Membasuh kedua pipi yang terlihat tembam efek kehamilannya. Hal itu tak terlalu dihiraukan. Lasmi, begitu sapaan sehari-harinya, tak peduli dengan rasa nyeri di perutnya. Lagi pula, kontraksi yang dia alami kali ini tak separah kehamilan-kehamilan sebelumnya. Sudah dua kali dia melahirkan. Namun, baru kali ini Lasmi merasa tak terlalu kesakitan. Hanya saja, hatinya yang merasa sakit. Sedih, kecewa, bingung, dan juga takut terus mengganggunya selama mengandung kali ini. Itulah yang membuat Lasmi berwajah suram meski sebentar lagi dia akan kembali menimang bayi.

"Tenang, Nduk, Mbok Dadah sebentar lagi datang." Perempuan paruh baya dengan wajah teduh datang menghampiri. Rambutnya yang digelung sebagian sudah memutih. Wajahnya mulai keriput, tetapi kecantikan masa mudanya seolah terpancar dari senyum manisnya. Tentu saja kecantikan itulah yang diwarisi putri semata wayangnya. Mbok Darmi, begitu Lasmi dan bahkan kebanyakan orang kampung memanggilnya.

Lasmi hanya diam. Bukan karena dukun beranak yang dipanggil untuk membantu proses persalinannya belum datang yang membuat cemas. Namun, hal yang lebih besar daripada itu. Lasmi memilih diam dan tak ingin berbagi keluh kesah kepada orang lain, meski itu ibunya sendiri.

Tanpa sadar dia mengelus perut buncitnya. Bulir bening jatuh begitu saja dari kedua pelupuk matanya. Segera dia usap, sebelum ibunya melihat. Sungguh, dia belum siap dengan hari ini. Namun, sepertinya bayi yang dikandungnya sudah tak sabar ingin melihat dunia ini. Dunia yang mungkin tak akan mudah menerima kehadirannya. Begitulah yang selalu dipikirkan Lasmi. Dia khawatir dunia akan menolak kehadiran bayinya. Atau, bahkan dirinya sendiri juga akan menolaknya. Jika tak menghiraukan nasihat sang ibu, bisa saja dulu dia menggugurkan kandungannya ketika masih berusia satu atau dua bulan. Nasihat-nasihat ibunyalah yang membuatnya berusaha mempertahankan kandungannya hingga sekarang. Meski dia tak yakin sanggup membesarkan anaknya kali ini.

"Anak itu amanah, Nduk. Itu memang kesalahanmu, kesalahan kalian. Tapi bayi di perutmu itu ndak tahu apa-apa, ndak punya salah. Gusti Allah menitipkan bayi itu dalam kandunganmu. Sudah takdir dia akan lahir dari rahimmu. Ojo nantangi kehendak Gusti Allah, Nduk. Ojo nambahi doso."

"Kulo nuwun." Terdengar suara salam dari luar rumah.

Suara itu menyadarkan Lasmi dari lamunan.

"Monggo!" Mbok Darmi menjawab dan segera keluar kamar untuk menyambut tamu yang sedari tadi ditunggu.

Lasmi hanya bisa menghela napas berat selepas kepergian ibunya. Sungguh berat beban yang harus dia pikul seorang diri.

"Alhamdulillah, Nduk, Mbok Dadah wis teko." Ibunya tersenyum semringah dan segera dengan hati-hati membantu Lasmi rebahan.

Lihat selengkapnya