Dari Syukur Hingga Syakur

Sukma El-Qatrunnada
Chapter #4

Tamu Jauh

Setelah pergi jauh, masih ada rumah untuk kembali.


~~~


Sebuah motor Astrea hitam yang ditumpangi seorang laki-laki dan seorang perempuan memasuki pekarangan saat Mbah Tarso sedang duduk di kursi teras. Beberapa ekor anak ayam dan induknya yang tadi berada di pekarangan langsung berisik dan berhamburan ke samping kiri rumah.

Mesin motor dimatikan, lalu si perempuan turun dan membuka helm. Tampak rambutnya hitam pendek. Segaris senyum manis tersungging dari bibirnya. Sejenak dia menengadah, memperhatikan matahari yang semakin beranjak ke sebelah barat. 

Mbah Tarso tersenyum semringah begitu mengetahui siapa sosok yang bertandang ke rumah. 

"Mbok, Simbok! Delok iki sopo seng teko!" Tanpa beranjak dari kursi, Mbah Tarso memanggil sang istri yang sedang berada di pawon. 

"Matur suwun yo, Mas," ucap perempuan tadi sambil memberikan selembar uang hijau bergambar orang utan dan dua lembar uang merah bergambar perahu pinisi kepada laki-laki yang tak lain ialah tukang ojek.

"Sami-sami, Mbak. Nyuwun sewu." Setelah berkata begitu, mesin motor kembali dihidupkan, lalu ojek pun meninggalkan pekarangan.

Perempuan dengan pakaian serba cokelat itu berjalan mendekat ke teras sembari menjinjing dua tas hitam berukuran sedang. Diletakkannya kedua tas tadi di undak-undakan, lalu dengan senyum lebih lebar dia hendak menyalami Mbah Tarso. 

"Assalamualaikum. Pripun kabare, Pak?" tanyanya. Selanjutnya dia kaget begitu melihat tangan Mbah Tarso yang tampak berbeda itu tidak menyambut uluran tangannya. 

"Waalaikumussalam. Yo ngene iki, Nduk," jawab Mbah Tarso sambil memandangi kedua tangannya bergantian.

"Sejak kapan, Pak?" tanya si perempuan yang tak lain ialah Lasmi. Dia lalu meraih telapak tangan Mbah Tarso dan menciumnya takzim. 

Pertanyaan itu belum sempat dijawab, karena suara Mbok Darmi langsung menginterupsi. "Ya Allah, akhirnya kowe muleh, Nduk," katanya sambil memeluk erat sosok yang sudah lama dirindukan. Air matanya tumpah seketika. 

Ibu dan anak itu seolah berlomba meneteskan air mata. Melihat mereka, Mbah Tarso pun ikut berkaca-kaca. Sejenak tak ada suara, kecuali ciapan anak ayam dari samping rumah. 

Belum puas menumpahkan rindu, Mbok Darmi beberapa kali memeluk Lasmi. Lalu, sambil memegangi kedua lengan anaknya, dia memperhatikan penampilan Lasmi yang cukup banyak berubah setelah tiga tahun berpisah. Rambutnya masih pendek, tetapi potongannya lebih bagus dengan gaya yang belum pernah dilihat Mbok Darmi. Bagian rambut dari telinga hingga leher lebih tipis dari bagian atas. Bondol, membuat wajah Lasmi tampak awet muda. Bibirnya pun tak polos seperti dulu, tetapi sudah berwarna merah bata. Tentu saja, Lasmi telah menjadi perempuan modern setelah tinggal di kota.

"Zaitun mana, Mbok?"

Pertanyaan Lasmi menyadarkan Mbok Darmi dari rasa kagumnya. 

"Oh iya, Atun ados ning belik. Biar Simbok panggil dulu. Kamu mendingan istirahat di dalam. Pasti capek, tho?"

Tanpa menunggu jawaban Lasmi, Mbok Darmi langsung beranjak ke samping rumah. Sementara Lasmi memilih duduk di undak-undakan. Dia kembali menanyakan kondisi kedua tangan bapaknya. Mbah Tarso menjawab apa adanya. 

Mbok Darmi melewati kandang ayam dan sumur, lalu menyusuri kebun. Jalan setapak menuju belik sedikit menurun. Sesekali terdengar bunyi gemerisik ketika kedua kakinya yang tak beralas menginjak dedaunan dan ranting kering. Terdengar suara tawa anak-anak beriringan dengan guyuran air. Tak lama, Mbok Darmi sudah sampai di belik. 

Zaitun tertawa riang bersama Wulan, Ndoko, dan Mamat. Mereka berempat saling berebutan gayung dari batok kelapa yang memang hanya ada dua. Keempatnya hanya memakai singlet dan celana dalam yang sudah basah kuyup. 

"Nduk, ayo mentas!" seru Mbok Darmi.

"Sebentar lagi, Mbok," jawab Zaitun. Dia masih asyik bermain-main.

"Sudah, Nduk. Enek dayoh adoh."

"Sopo, Mbok?" Zaitun dan Wulan bertanya serempak. 

"Wis endang mentas tho, Nduk!"

Mendengar kata "dayoh adoh" tentu saja membuat Zaitun penasaran. Jarang sekali ada tamu yang datang. Apalagi ini tamu dari jauh. Bahkan Wulan juga ikut penasaran. Bergegas keduanya mengambil handuk lalu memakai pakaian kering. Tentu saja Zaitun masih dibantu Mbok Darmi. Keduanya lalu mengikuti Mbok Darmi, meninggalkan Mamat dan Ndoko yang masih belum mau mentas.

Ketika mereka bertiga sampai rumah, Mbah Tarso sedang duduk sendirian. Melihat ekspresi heran dari wajah sang istri, Mbah Tarso berkata, "Lasmi lagi salat Asar."

Mendengar ucapan Mbah Tarso, Zaitun langsung menuju pintu dan memperhatikan ke dalam rumah. Tampak seorang perempuan sedang duduk tasyahud awal di amben. Meski dibalut mukena dan hanya wajah bagian kanan yang terlihat, tetapi Zaitun bisa menangkap jelas wajah cantik perempuan itu. "Wong ayu kui sopo, Mbok?" tanyanya.

Lihat selengkapnya