Dari Syukur Hingga Syakur

Sukma El-Qatrunnada
Chapter #7

Dijemput

Dalam setiap kesulitan, Allah akan mendatangkan pertolongan.

~~~


Zaitun baru saja pulang dari sekolah ketika sebuah motor Supra merah berhenti di pekarangan rumah Martanti. Bukan kepalang bahagianya Zaitun begitu melihat siapa yang datang. Doa-doanya selama ini dikabulkan Allah. Seorang perempuan yang dirindukannya kini telah berada beberapa meter di hadapannya. Tak berkedip, Zaitun memandangi perempuan cantik berambut pendek yang baru saja selesai membayar upah jasa ojek.

Setelah ojek meninggalkan pekarangan, Lasmi berjalan mendekati rumah kecil berdinding kayu yang dibiarkan polos tanpa sentuhan warna. Dia lalu tersenyum semringah menatap Zaitun yang masih memakai seragam putih-merah berdiri di depan pintu dengan tangan menjinjing sebuah tas kain berwarna merah dan cokelat. Dari melihatnya saja, Lasmi tahu tas itu terbuat dari kain yang sama dengan rok seragam. Lasmi yakin tas itu hasil jahitan dari sisa seragam rok merah dan rok Pramuka. Dia terenyuh.

"Atun sudah sekolah?" Pertanyaan itu meluncur ketika Zaitun memeluknya. 

Zaitun mengangguk. "Atun sudah kelas dua, Mak. Cawu dua. Sebentar lagi mau ulangan."

Lasmi mengusap lembut rambut Zaitun. Air matanya berlinang. Waktu begitu cepat berlalu. Anaknya terus tumbuh besar tanpa kasih sayangnya. 

"Atun belajar yang pintar ya, Nduk."

"Iya, Mak. Kan Atun mau kayak Mbak Martanti, jadi juara kelas terus."

Lasmi tersenyum mendengarnya. Martanti memang selalu mendapat juara ketika sekolah, dari SD hingga SMP. Sementara Astuti tidak terlalu menonjol di sekolahnya. Berbeda dengan adiknya, Astuti hanya mengenyam pendidikan sampai tamat SD. Lasmi berharap Zaitun bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi daripada kedua kakaknya. 

Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu yang tadinya hanya menganga kecil.

"Mamak!" seru Astuti kaget. Di gendongannya seorang bayi laki-laki tertawa-tawa kecil, seperti mengerti dan turut bersukacita menyambut kedatangan neneknya.

"Alhamdulillah Mamak pulang," lanjutnya seraya menyalami Lasmi.

Astuti merasa sangat bersyukur dengan kedatangan ibunya. Doa-doanya, dan juga tentu saja doa-doa para kerabat dikabulkan Allah. Semua orang berharap kehadiran Lasmi dapat menjadi obat untuk kesembuhan Mbok Darmi. Barangkali selain merasa kehilangan suami, Mbok Darmi juga sudah sangat merindukan anak semata wayangnya. 

Lasmi kembali berlinang air mata. Menangisi dirinya yang tak ada saat anak-anaknya menikah dan bahkan kini sudah memiliki anak. Baru satu minggu yang lalu Lasmi mengetahui tentang apa yang sudah terjadi kepada kedua orang tuanya melalui sebuah layang yang dikirim ke alamat Kardi. Tentang Zaitun yang sudah sekolah, tentang Astuti dan Martanti yang sudah berkeluarga juga tertulis di layang itu. Sebuah layang yang ditulis Wiwit, anak kedua buliknya itu memintanya untuk segera pulang. Wiwit juga menuliskan betapa susahnya mencari alamat Kardi, hingga akhirnya ada tetangga yang pergi ke Jakarta dan dimintai tolong untuk mencari tempat tinggal Kardi sekaligus mengantar layang.

Lasmi mengecup penuh sayang bayi mungil berusia tujuh bulan itu.

"Mamak langsung ke sini?" Astuti bertanya heran melihat dua tas jinjing yang dibawa ibunya.

Lihat selengkapnya