Dari Syukur Hingga Syakur

Sukma El-Qatrunnada
Chapter #8

Windu Kedua: Kehidupan Baru

Di mana pun berada, akan selalu ada kebahagiaan jika mau berlapang dada. 

~~~


Zaitun turun dari taksi berwarna biru muda yang berhenti di area terbuka, diikuti Lasmi dan Mbok Darmi. Dia menyipitkan mata saat memandang birunya langit Kota Jakarta. Sinar matahari cukup terik siang ini.

Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, akhirnya mereka tiba di lingkungan tempat tinggal keluarga Kardi yang berada di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Semua barang bawaan diturunkan dari bagasi. Lasmi lalu membayar ongkos taksi dan memperhatikan keadaan sekitar. Ada dua anak laki-laki yang tampak sepantaran dengan Zaitun sedang bersepeda dengan santai. Lasmi pun memanggil mereka tepat ketika taksi melaju pergi.

"Tolong panggilin Lik Kardi ke sini," ucap Lasmi pada kedua anak tadi. Dia memberikan selembar uang lima ribuan, kembalian dari ongkos taksi tadi.

"Pakde Kardi, bapaknya Diar?" tanya anak yang badannya agak gemuk, memastikan. 

"Iya, benar. Bilang saudaranya dari kampung, ya."

Kedua anak tadi mengangguk sambil tersenyum semringah menerima uang dari Lasmi. Kemudian mereka seperti beradu kecepatan melewati jalan kecil untuk menyampaikan amanah yang baru saja diterima.

Zaitun mengedarkan pandangannya. Ada sebuah saung kayu yang berjarak sekitar 10 meter dari tempatnya berdiri. Di sana beberapa pemuda tengah duduk dan memandang heran dengan keberadaan Zaitun, Lasmi, dan Mbok Darmi. Namun, mereka tak tampak hendak menawarkan bantuan untuk membawakan barang bawaan.

Ada tembok agak tinggi di belakang saung. Di balik tembok itu berdiri megah bangunan sekolah dengan tiga lantai. Zaitun takjub melihat ada sekolah bertingkat di lingkungan yang akan menjadi tempat tinggal barunya. Selama perjalanan dia pun sudah dibuat takjub dengan banyaknya bangunan tinggi yang megah di sepanjang jalan. Juga dengan aneka jenis kendaraan yang memadati jalanan Ibukota.

"Simbok akhirnya sampai di sini. Pripun kabare, Mbok?" 

Perhatian Zaitun segera teralihkan begitu mendengar suara seorang perempuan mengajak bicara Mbok Darmi. Seorang perempuan berambut pendek sebatas bahu dengan poni yang disisir ke sebelah kanan tersenyum ramah. Wajahnya tampak sedikit lebih muda dari Lasmi. Di sampingnya berdiri seorang laki-laki berkumis tebal dan bertubuh gemuk.

"Alhamdulillah, Nduk. Ijek diparingi bagas waras, iso tekan kene."

Listi dan Kardi sudah datang rupanya. Setelah keduanya menyalami Mbok Darmi dan Zaitun, mereka lalu mengajak tamu yang telah lama dinanti itu untuk menuju ke rumah.

Zaitun mengekori Lasmi yang berjalan sambil menuntun Mbok Darmi. Sebenarnya Mbok Darmi bisa berjalan sendiri, tetapi kadang kakinya mudah merasa lelah sejak sakit beri-beri beberapa hari lalu. Di belakang Zaitun, Kardi dan Listi berjalan sambil membawa barang-barang. Tak terlalu banyak barang bawaan mereka, hanya tiga tas berukuran sedang dan sebuah kardus agak besar.

Mereka harus melewati jalan kecil di area perumahan yang padat sejauh 50 meter untuk sampai rumah yang dituju. 

Lihat selengkapnya