Jika tanpa ada kata selamat tinggal, apakah itu disebut sebuah perpisahan?
Atau hanyalah perkara pertemuan yang masih tertunda?
~~~
Zaitun duduk termenung di saung dekat rumah seorang diri. Dia sudah selesai membereskan semua pekerjaan rumahnya, jadi bisa bersantai. Kedua sepupunya juga sedang pergi main entah ke mana, membuat Zaitun lebih leluasa leyeh-leyeh dan merasa memiliki kebebasan untuk sementara waktu.
Saung kayu berukuran 2 x 2 meter itu biasanya memang menjadi tempat bersantai bagi para tetangga di sekitar tempat tinggal Zaitun. Anak-anak dan ibu-ibu yang biasanya duduk-dudun di saung. Mulai dari sekadar menikmati suasa kebun, menanti buah kecapi atau bacang jatuh dari pohon ketika sedang musimnya, hingga makan bersama menjadi kegiatan para warga ketika di saung.
Sudah beberapa hari ini Zaitun duduk di saung pada sore hari, ketika sedang tak ada orang sama sekali. Dia ingin menikmati kesendirian sambil menunggu kedatangan seseorang. Dia berharap ketika sedang duduk begini, tiba-tiba ada yang datang bertamu ke rumah. Seseorang yang sudah dinantinya beberapa bulan belakangan ini. Ya, ibunya. Seharusnya sudah dua kali ibunya datang berkunjung. Tujuh bulan sudah berlalu, tetapi sekadar kabar melalui telepon pun tak ada. Padahal pakliknya sudah memiliki telepon genggam ketika sang ibu berkunjung sebelumnya. Jadi, seharusnya tidak sulit untuk memberi kabar jika memang belum bisa datang.
Terakhir Zaitun bertemu ibunya tiga bulan setelah masa libur sekolahnya berakhir. Saat itu Zaitun senang sekali karena dihadiahi satu setel pakaian dan sepasang anting bulat yang saat ini dipakainya. Sudah beberapa tahun Zaitun tak memakai anting karena anting miliknya dulu yang sebelah patah akibat bertengkar dengan Mamat semasa di kampung.
Saat ibunya berkunjung, dia diberi tahu bahwa ibunya sudah tidak bekerja di tempat sebelumnya. Zaitun tidak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya pindah. Namun, dia tak bertanya. Kedua teman ibunya, Warsi dan Seri juga sudah kembali ke kampung. Jika ingin mencari ibunya, Zaitun tak tahu mau pergi ke mana atau menghubungi siapa. Dia pun hanya bisa menunggu.
Angin semilir seolah menyapa, Zaitun. Dia lalu merapikan rambutnya usai ditiup angin. Rambutnya yang panjang hampir mencapai pinggul itu terkadang dibiarkannya tergerai begitu saja.
Suasana semakin redup. Matahari sedang berjalan pelan kembali ke peraduannya. Nyanyian burung sesekali membuat nuansa semakin syahdu. Celotehan anak-anak yang sedang bermain terdengar hilang timbul dari arah kontrakan.
Bug! Terdengar suara benda jatuh dari sebatang pohon yang cukup besar di kebun. Pohon itu sedang lebat buahnya. Di sekitar pohon tampak banyak buah bulat berwarna kuning yang sebagian sudah mulai membusuk. Tak terlalu jauh dari pohon itu terdapat sebuah pohon yang jauh lebih besar. Pohon bacang yang saat ini belum berbuah sama sekali.
Tiga anak perempuan kecil yang tadinya sedang bermain di teras salah satu kontrakan kemudian saling berlari, melewati Zaitun lalu berhenti di dekat pohon kecapi.
"Dapat!" teriak anak berambut ikal sambil mengangkat tinggi-tinggi buah berwarna kuning sebesar kepalan tangan mungilnya. Dia baru saja memungut buah kecapi yang beberapa menit tadi jatuh.