Setiap pertemuan akan selalu diakhiri perpisahan.
~~~
Zaitun baru saja selesai memasak sayur asam dan memindahkannya ke mangkuk aluminium, ketika mendengar pintu diketuk dari luar. Dia memang sengaja mengunci pintu depan dan membiarkan pintu samping yang berada di dapur terbuka lebar. Dia pun segera menuju ke ruang tamu dengan dada yang sedikit berdebar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu, Zaitun berharap ibunya yang datang.
"Assalamu'alaikum." Suara salam yang tak asing segera menyadarkan Zaitun bahwa harapannya belum akan menjadi kenyataan.
"Wa'alaikumussalam," jawab Zaitun sambil memutar anak kunci pintu. Ketika pintu terbuka, senyum Listi yang menyambutnya.
Wajah Listi terlihat lelah. Di lantai dekat kakinya ada sebuah kardus berukuran agak besar dan sebuah tas kecil. Penampilan Listi tampak banyak berubah. Dulu wajahnya selalu dipoles bedak yang lumayan tebal, bibirnya bergincu merah, dan kedua alisnya juga ditebalkan menggunakan pensil alis. Rupanya dua bulan tinggal di kampung mampu membuat Listi melepaskan penampilan lamanya.
Zaitun segera menyalami Listi. "Ini Mbak yang bawa sendirian?" tanyanya heran melihat kardus yang tampak begitu berat.
"Tadi dibantu Rudi," jawab Listi sambil menunjuk ke arah kontrakan bernomor 4 di seberang.
Sekilas Zaitun melihat seorang anak laki-laki berkulit putih yang langsung masuk ke rumah begitu melihat dirinya. Zaitun tak peduli. Dia segera membantu membawa bawaan Listi ke dapur.
Zaitun tidak tahu kalau buliknya akan pulang hari ini. Kemarin dia memang sempat mendengar Diar menerima panggilan telepon dari Listi. Namun, Diar tak mengatakan apa-apa. Tentu saja Zaitun juga tidak ada keinginan untuk bertanya.
Listi baru saja kembali dari kampung Zaitun. Ya, Kampung Jawi di wilayah pelosok Jambi. Dua bulan lalu, Kardi memutuskan untuk mencoba membuka usaha di kampung karena warung baksonya di daerah Cinangka benar-benar sudah semakin sepi. Barangkali penghasilannya di kampung akan menjadi jauh lebih baik. Di kampung Kardi berjualan keliling menggunakan motor bekas yang dibeli murah dari salah satu kerabat Zaitun. Selain itu, Kardi juga menerima jasa pijat. Paklik Zaitun itu memang cukup mahir memijat.
Selama dua bulan ditinggal ke kampung, Zaitun bertugas memasak setiap hari untuk kedua sepupu dan dirinya sendiri. Walau kemampuan memasaknya sangat terbatas, tetapi hasil karyanya di dapur tidak pernah mengecewakan kedua sepupunya. Buktinya mereka tidak pernah protes dengan hasil masakannya. Terkadang Zaitun juga bertanya kepada Wawan dan Diar menu makanan yang ingin mereka makan. Sebisa mungkin Zaitun akan membuat menu pilihan mereka.