Kehidupan harus diisi dengan perjuangan yang sungguh-sungguh. Jangan pernah menjadi beban bagi kehidupan orang lain.
~~~
Pasca operasi, Zaitun menjalani pemulihan full di rumah selama satu bulan. Dia dilarang untuk melakukan kegiatan yang terlalu berat dan melelahkan. Terlebih lagi mengangkat benda-benda yang berat. Biasanya Zaitun sering menggendong Rista, anak kedua Martanti yang begitu lengket pada Zaitun. Namun, setelah operasi tentu dia tidak boleh melakukannya.
Setelah satu bulan, bekas jahitan operasi sudah sepenuhnya mengering. Zaitun lalu memutuskan untuk mencari pekerjaan. Dia harus membayar cicilan pinjaman Bank yang digunakan untuk membiayai operasinya.
Keadaan ekonomi kedua kakaknya yang hanya sebagai petani karet sangat pas-pasan. Ditambah lagi mereka masing-masing mempunyai dua orang anak, dan anak-anak pertama mereka baru masuk ke pesantren yang ada di wilayah Kota Baru. Banyak pengeluaran mereka. Bahkan terkadang pendapatan lebih kecil daripada pengeluaran merka. Mengetahui semua itu, Zaitun tak mungkin merepotkan kedua kakaknya. Dia tak ingin menambah beban kehidupan mereka.
Diantar Martanti dengan mengendarai sepeda motor, Zaitun pun mencoba mencari pekerjaan ke Kota Baru. Siapa tahu di sana ada lowongan pekerjaan. Di wilayah pasar Kota Baru yang tak terlalu jauh dari sekolahnya dulu, berderet toko-toko dan ruko-ruko yang menjual aneka kebutuhan manusia. Mulai dari bahan makanan, pakaian, sepatu, tas, aksesori, alat tulis, hingga barang pecah belah, dan masih banyak lagi yang lain.
Ketika sampai di area pertokoan, Zaitun meminta kakaknya berhenti di sebuah toko milik Bu Neni, gurunya di MAN Kota Baru yang menjual aneka pakaian dewasa. Karena tidak punya informasi tentang lowongan pekerjaan di sana, jadi dia memutuskan untuk bertanya kepada gurunya.
"Cubo Atun tanyo ka kadai Purnama Shoes. Rasonyo nan punyo kadai sadang butuah karyawan," jawab Bu Deni dengan bahasa Minang.
Tiga tahun menjadi siswa MAN Kota Baru dan berteman dengan banyak orang bersuku Minang membuat Zaitun paham dengan bahasa tersebut. Padahal ketika awal kembali ke Sumatra dan memasuki wilayah MAN Kota Baru dia sama sekali tak mengerti bahasa Minang. Namun, Zaitun masih kaku jika harus berbicara menggunakan bahasa Minang. Dia belum terbiasa dengan logat yang sangat jauh berbeda dengan bahasa Jawa.
Bu Neni kemudian memberi informasi tentang letak toko Purnama Shoes. Jaraknya sekitar 50 meter dari tokonya.
"O iya, Bu. Terima kasih banyak untuk infonya ya, Bu." Setelah menyalami gurunya, Zaitun pun pamit untuk segera menuju ke Purnama Shoes.
Tak sampai lima menit, sepeda motor yang membawa Zaitun pun sampai di sebuah bangunan yang terdapat tulisan "Purnama Shoes" di lantai dua. Ternyata sebuah ruko. Lantai satu dijadikan toko, sementara lantai dua dijadikan rumah untuk tinggal.
Martanti memarkir sepeda motornya di depan pelataran toko. Zaitun turun turun dari sepeda motor, kemudian kakaknya turun setelah mengunci kendaraan. Keduanya lalu mengamati toko yang tampak sedang sepi pembeli, tetapi ramai dengan barang dagangan. Teras toko cukup padat dengan aneka barang. Aneka tas ransel dengan beragam warna dan gambar digantung dengan rapi pada deratan paku di tembok yang berada di atas rolling door. Pada bagian atap teras menjulur aneka tas selempang berukuran kecil dan sedang. Di teras sebelah kanan berjejer koper-koper mulai dari ukuran kecil, sedang, hingga besar. Pada teras sebelah kiri terdapat dua etalasi. Etalase besar dan tinggi dipakai memajang sepatu olahraga. Sementara etalase yang lebih rendah dan panjang dipakai memajang aneka jam tangan dan dompet. Ada pagar besi yang menjadi pemisah antara toko tersebut dengan toko sebelah. Beberapa jenis topi digantung rapi pada ram kawat berwarna putih yang disandarkan pada pagar.
Seorang perempuan berkulit gelap dengan kerudung segi empat yang kedua bagian ujungnya diikat ke leher berjalan menghampiri Zaitun dan Martanti. Kaus berlengan panjang hitam menutupi tubuhnya yang sedikit gemuk, dipadu celana jeans abu-abu. Tangan kanannya memegang sebuah kain lap yang tampak sedikit kotor. Cara berjalannya sedikit seperti gaya seorang laki-laki. Dia lalu tersenyum dan menampakkan sebuah lekukan kecil di pipi kanannya. Memberikan kesan manis pada wajahnya yang eksotis.
"Mau cari apa, Kak?" tanya perempuan itu dengan ramah. Suaranya agak berat, tetapi terkesan lembut.
Zaitun dan Martanti tersenyum canggung karena mereka tentu dikira datang ke toko untuk membeli sesuatu.
"Uni, mau nanya." Martanti menjeda kalimatnya sejenak. "Di sini ada lowongan kerja ndak, ya? Buat adik saya ini," lanjutnya sambil memandang ke arah Zaitun.