"Harus berani. Sri saja bisa masa kamu tidak.” kakak pertamaku menyemangati belajar naik sepeda setelah melihat kakiku lecet menginjak tanah yang panas setiap hari.
“Nanti Mas janji tidak akan biarkan aku jatuh ya.” pintaku.
“Loh itu tanggungjawab kamu to An. Kamu yang mengendarai sepeda ya kamu yang harus berusaha bagaimana caranya supaya tidak jatuh.” katanya.
Kakak pertamaku memang tegas, usianya dua puluh tahun. Selisih enam tahun dari aku. Tegasnya melebihi Ayah kurasa.
Dengan sedikit rasa takut kukendarai sepeda yang tingginya hampir sepundakku. Awalnya kuseret dengan satu kaki, itupun hanya kuseret sejauh satu meter lalu berhenti.
“Kenapa berhenti?” tanya Masku sedikit berteriak tanpa ekspresi.
“Aku lupa bertanya bagaimana cara memberhentikan sepeda kalau sudah jalan.” tanyaku ikut berteriak dengan harapanku jawabanku didengarnya.
Sewaktu kukayuh tadi aku menjadi takut mencoba lebih jauh karena aku tidak tahu bagaimana menghentikan laju sepedaku. Mungkin ketika aku tahu cara menghentikannya aku menjadi lebih berani, pikirku.
“Kamu lihat tangkai di gagang sepeda sebelah kanan ini? Gunanya untuk memberhentikan laju sepedamu. Sekarang coba kamu lihat Mas ya. Kamu duduk di belakang sambil perhatikan.” Mas menyuruhku duduk dibelakangnya dan langsung kuturuti.
Dikayuhnya sepeda, kuperhatikan bagaimana cara ia menjaga keseimbangan tubuhnya. Dan benar saja setelah ditekan gagang di sebelah kanan tangkai sepeda, sontak sepeda yang kami kendarai berhenti.
Aku melompat turun dan begerak ke arah tangkai sepeda dan diam cukup lama disitu. Kuamati bagaimana cara kerjanya. Kenapa hanya dengan menyentuh benda sekecil itu, bisa menghentikan laju sepeda sebesar ini. Kalau aku menjadi dia tentu aku akan menjadi sombong sekali. Kuperhatikan ada gulungan kecil panjang berwarna hitam yang mengarah ke bawah menuju roda sepeda. Rupanya begitu cara kerjanya.
“Kamu lihat apa sampai seperti itu.”, tanya Masku yang kemudian ikut turun, menyandarkan sepeda dan mencari tau apa yang membuatku diam dan mengikuti kemana arah mataku pergi.
“Apa yang aneh?” tanya Masku.