Bola api seukuran mobil menggelinding dari udara bebas. Pohon-pohon menghitam dan rerumputan yang tergilas menjadi layu. Bola api itu merebahkan diri di atas rerumputan basah dengan tinggi air selutut. Desis api yang membara terdengar bersamaan dengan kepul asap putih ke udara.
Separuh dari bola itu terbuka, seperti telur yang menetas dengan sempurna. Seorang lelaki muda keluar terhuyung bak anak burung. Tangannya menggapai-gapai bibir telur yang terbuka. Kemudian lelaki muda itu terjatuh ke genangan air.
Adalah Are. Pemuda itu mengalami guncangan yang parah walau singkat. Kepalanya terbentur. Sesekali tongkat yang ada di dalam membuatnya seperti terjatuh di dahan pohon dari ketinggian lima puluh meter. Sekarang kepala itu terbenam dalam air. Dia tersadar tidak bisa bernapas, lalu terduduk dengan kedua tangan menyangga ke belakang. Dadanya kembang-kempis mengatur udara.
Mata Are melumat sekitar. Semua serba hijau dan menyeramkan. Kepalanya berat. Telinganya seperti berada dalam ruangan kedap udara yang amat sempit. Tak ada suara bahkan desir angin pun yang dapat dia dengar.
Pemuda itu mengumpulkan kesadaran. Dia ingat kejadian yang membuatnya terbanting. Bersamaan dengan ingatan yang melintas, dia segera bangun menggumamkan nama Len. Gadis itu tidak ada di sekitar, bahkan di tempatnya berpijak sejauh senandung tanah basah tersebut, nihil.
“Kapsul?” Are menepuk-nepuk badan kapsul. “Di mana kita?”
“Berada di awal peradaban manusia.”
Tubuh kapsul menjilat-jilatkan kilatan listrik. Bagian tubuh bawahnya terbakar dan tak utuh lagi. Sejenak terdengar gemeresak dengan frekuensi suara yang menyakitkan telinga.
“Sebelum keadaan darurat menghilangkan kemungkinan-kemungkinan. Sudah saatnya kutampilkan pesan berikut dari Hamster.”
“Apa maksudmu? Di mana Len? Kapsul yang—“
“Semua ini sudah diatur, Are, seperti yang dikemukakan ilmuwan di abad 21 Nick Bostrom, tentang simulasi komputer. Pertemuanku, pertemuan kita semua adalah sebuah sistem, juga apa yang kau bawa. Benda-benda itu adalah ulah kami, kami yang mengantarkannya di suatu masa sebelum kau datang, anggaplah aku menyuruhmu mengambil milik kami hanya sebagai pembuktian bahwa kau layak. Biarlah aku terkesan tega, mempermainkanmu, karena itu memang benar, dan perjalanan terakhir harus kupaksakan diri ini jahat, dengan mengirimmu ke suatu tempat, tempat kau berada sekarang. Sebab kalau kalian memaksa kembali ke terowongan, kepingan bom menanti untuk meledak. Walau pada akhirnya kalian tidak akan pernah kembali. Jangan tanyakan ulah siapa, sebab yang berulah ingin menyelakai kalian atas dasar kegagalanku.”
Suara rekaman Hamster yang disimpan jauh hari dalam memori kapsul diputar. Are terdiam. Tak begitu paham dia akan apa yang didengarnya. Semuanya sudah direncanakan? Lalu di mana Len? Are ingin mengucapkan semua pertanyaan yang muncul di kepalanya.
“Apa maksud semua ini? Lalu Len?”
Kedua tangan Are memegang bibir kapsul. Seperti anak kecil yang mengguncang tubuh ibunya untuk mendapatkan mainan. Sedang tubuh yang diguncangnya diam kekurangan daya.
“Hanya itu pesan singkat Hamster. Tak ada penjelasan lain. Maaf, kondisi kapsul dalam keadaan kurang stabil. Dalam hitungan mundur pemusnahan otomatis akan dilakukan. Lima menit dari sekarang.”
Denging panjang terdengar. Are menatap kosong layar yang berada di dekat tombol. Angka berwarna hijau menghitung mundur. Tangan dari tatapan kosong itu mengambil sisa benda yang ada. Sebuah tongkat dan batu. Apa arti semua ini, gumam Are.
Are melintasi genangan air yang panjang, menjauh dari kapsul. Pikirannya mengelana, merangkai semua kejadian dan kalimat yang bisa diingatnya. Tentang bibit pertama yang dimaksud Hamster dalam terowongan. Tentang pengelanaan dan pengenalan. Serta janji untuk menegakkan hukum setegak-tegaknya. Sebuah imbalan dari Hamster. Apakah itu semua yang dimaksud? Mata Are basah, sebasah pakaian dan hatinya. Jauh pikirannya mengkhawatirkan Len. Apa kabar gadis itu sekarang? Apakah hal sama terjadi padanya?
Tongkat di tangan kanan dan batu yang digendong di tangan kiri membuat Are tampak menyedihkan. Jalannya lemah menuju ujung pijakan yang tidak basah. Udara dingin, matahari yang sesekali mengintip di balik daun-daun lebar mencumbu tubuhnya. Tanpa sadar, Are sendiri seperti manusia kerdil yang berada di sela-sela batang pohon raksasa. Akar dan rongga-rongganya menjelma gua. Dia tidak tahu bagaimana menemukan Len. Tapi hatinya yakin kalau gadis itu juga terjatuh di zaman yang sama, kalau rekaman suara Hamster yang diputar kapsul adalah benar.
“Padahal dia hanya ingin pulang, kembali menjalani hidup normal. Padahal kami baru saja saling mengungkapkan rasa suka, dan berniat menjalani hidup bersama. Jahat sekali kau Hamster! Tidak ada cara lain untuk melancarkan rencanamu? Tidak adakah sepasang manusia lain yang bisa kau jadikan kelinci percobaan? Kuharap ini hanya mimpi yang begitu nyata,” ceracau Are.
Ledakan besar terdengar. Pohon dan air mendidih terbakar. Sisa antimateri dilumat menjadi bola cahaya untuk mengurangi daya hancur yang sangat besar. Sisa sepersekian gram yang kemudian digunakan sebagai penghancur tubuh kapsul hingga tak tersisa puing-puingnya. Kerusakan parah karena ledakan beruntun saat lari dari Olympus mengakhiri keberadaan kapsul.