Dari Ujung Ke Ujung

Mr.Qatam
Chapter #1

Introduce

“Jika engkau berpikir dirimu terlalu kecil untuk membuat suatu perubahan, cobalah tidur di ruangan dengan seekor nyamuk.”− Dalai Lama XIV.

 

Kutipan Dalai Lama yang kubaca dari layar hp itu belum sempat kupikirkan masak-masak ketika aku harus bekerja menepuk-nepuk kedua belah betisku, lengan dan belakang leher. Bahkan sepagi ini, serdadu-serdadu kebun itu sudah mendengung-dengung haus darah. Jangankan cuma satu, Pak Dalai, ini puluhan, bahkan mungkin ratusan, belum lagi mereka sering kusaksikan kawin setiap hari dengan santainya, entah akan menjadi ribuan, atau jutaan. Hatiku panas, kuraih korek api dari kursi di sebelahku, memungut beberapa kertas usang tak terpakai yang banyak bertebaran di bawah kolong lemari lama milik Ibu Kos. Lemari tua itu baru tiga minggu lalu dikeluarkan dari gudang belakang yang direnovasi menjadi satu kamar kos lagi. Kata Ibu Kos, untuk sementara dititip di garasi motor, berikut aneka isian gudang lainnya, seperti papan-papan, aneka kertas-kertas kepunyaan entah siapa nan sudah menumpuk semenjak abad ke berapa. Kami kemudian berinisiatif membereskan dan menata ulang garasi motor, menyesakkan lemari ke sudut dinding dan membuat beberapa meja serta tempat pajangan karya. Garasi motor itu kini sebagian areanya telah menjelma menjadi tempat duduk-duduk anak-anak kos. Aku memulai pembakaran.

Ya, terbukti, seperti kata Pak Dalai, mereka nyamuk-nyamuk itu telah sukses membuat suatu perbedaan, sebuah perubahan, setidaknya dari aku yang santai mengopi, menjadi tegak berdiri, menciptakan kepulan asap yang membuat kawan-kawan kos lainnya terbangun. Mengumpat-umpat kecil sembari mengucek mata dari jendela.

Aku hanya ketawa, membiarkan mereka dalam ocehan masing-masing, mengambil tempat dudukku semula di bagian dalam garasi motor berkanopi seng di sisi kanan bangunan tingkat dua itu. Garasi berukuran tiga kali lima meter itu kini hanya dapat diisi oleh dua motor, selebihnya motor-motor terparkir berderet di area depan kos-kosan, lengkap dengan kuncian stang. Penggusuran garasi itu tak menuai masalah dikarenakan kami seluruh anak-anak kosan telah sepakat mengenai tempat duduk-duduk di ruang garasi, persis di depan jendela kamarku sendiri.

Dan, akulah Malin.

Tetapi bukan Malin Kundang, itu cerita rakyat. Dia durhaka, aku jangan, do’akan, ya. Karena sungguh, bagaimana pun suksesnya kamu menurutmu, seberapa pun banyak uangnya kamu, ridho Tuhan adalah ridhonya orang tua. Itu adalah pasti dan harus. Tidak boleh tidak. Lalu bagaimana dengan kamu yang tidak sukses dan enggak banyak uang?

Maka cukup terus cintailah mereka di mana saja ia berada.

Baiklah, sebagai seorang Malin, aku manusia berjenis kelamin laki-laki dengan tinggi mencapai sekitar 170 cm. Lumayan ceking, biarin. Rambutku ikal bergelombang, berwarna kecoklatan dan akan sedikit memirang pada saat terpapar sinar matahari. Lebih suka diam dan banyak bermenung —Aku kadang suka memperhatikan hal-hal yang mungkin luput dari penglihatan banyak orang. Bagiku, bangun sepagi ini sesekali rasanya amatlah keren, karena aku termasuk yang jarang, lebih-lebih jika tidak ada kegiatan yang penting-penting sekali, seperti kuliah, misalnya. Lagi pula kalau pagi, kopi terasa lebih pas. Pahit-manis dunia dirasakan datang lebih awal, memacu adrenalin! 

Ayo, diminum! Hehe, jangan serius-serius.

Lihat selengkapnya