Dari Ujung Ke Ujung

Mr.Qatam
Chapter #20

Om Hengki Dan Ante Mirah

Aku sudah mengabarkan Apak dan Amak tentang berita yang baik, setidaknya aku baru saja terbuka kepada mereka, setelah beberapa minggu ini menolak menerima telpon secara keseringan dari Amak yang selalu menanyakan kabar —beliau pasti mencemaskanku— sebab kala itu aku belum sanggup harus bilang bahwa nasibku masih terkatung-katung, pasti Amak akan semakin cemas. Meskipun mereka sudah tahu bahwa aku sudah tidak di Bogor tempat Pak Angah, Pak Etek atau Pak Datuak, tetapi aku tidak bilang alasannya secara terperinci, aku takut timbul kesalah-pahaman yang dapat membuat terciptanya gesekan-gesekan internal; kubilang saja ingin menentukan nasib sendiri.

Barangkali hati Amak maupun Apak tak tenang di kampung sana, tetapi aku berusaha membuat mereka yakin dengan pilihanku. Aku berjanji untuk akan mendaftar kuliah tahun muka, yang kalau lulus, mudah-mudahan bisa dengan biaya pribadi atau mencari beasiswa, sebagaimana saran-saran Pak Etek, sungguh tak mau terus-terusan aku menyusahkan orang tua. Aku juga bilang sudah bertemu dengan uda-uda di Pondok Ungu, bertemu Da Gus di Pondok Bambu, berjumpa dengan kawan-kawan satu SMA yang juga sering main ke rumah dulu, dan kini bekerja di tempat Om Hengki. Amak ternyata memang cukup tahu dengan Om Hengki, jadi setidaknya Amak dan Apak tahu dengan siapa dan bagaimana lingkunganku di tanah rantau, sehingga tak perlu terlampau khawatir.

Di tempat Om Hengki, meskipun dia atau keluarganya adalah orang lain, tetapi aku tak merasa seperti bekerja dengan orang lain, rasanya lebih dekat dari seperti om sendiri. Di sini aku bekerja dengan sistem kekeluargaan yang bahkan lebih kental dari pada sistem kekeluargaan-nya koperasi. Tetapi memang, seperti yang sudah Om Hengki sampaikan sebelumnya, aku mesti bisa menyesuaikan keadaan. Hujan sama kehujanan, panas sama kepanasan. Bedanya hanya aku digaji seperti biasa.

Sebagai anak baru, aku ditempatkan di toko mainannya yang di Bintara, langsung praktek di sana. Pagi itu aku sudah berkenalan dengan semua anggota yang semuanya adalah kerabat Om Hengki dan istrinya sendiri. Ada Ari, adik sepupu dari istri Om Hengki, dia akan bertugas bersamaku di Bintara, tetapi tidurnya di toko aksesoris di Kranji, jadi dialah yang membuka toko aksesoris itu sebelum Pak Tuo Marsinus dan Nek Linar ke sana menggantikan. Pak Tuo Marsinus dan Nek Linar adalah mertua Om Hengki, atau orang tua istrinya. Kemudian ada seorang lagi yang disebut-sebut sebagai Bang Andes, adik kandung istri Om Hengki, tetapi dia ditempatkan di toko mainan di daerah Tambun sana, jadi aku tak pernah bertemu dengannya. Mereka adalah sebuah keluarga yang bersama-sama mengelola toko. Dan kini agaknya aku termasuk.

Hari itu dari rumah, kami berangkat sebanyak dua motor ke Bintara, setelah Om Hengki mengantar Abang, anak pertamanya ke sekolah dan istrinya selesai memasak. Aku dan Tilam diboncengi Ari. Om Hengki, istrinya dan Adek, anak keduanya, di motor satu lagi. Aku suka mainan dan juga tingkah laku anak-anak, ini adalah suatu hal yang mengasyikkan. Tak butuh waktu lama bagiku mempelajari rumus-rumus toko dan cara-cara melayani pembeli, hanya saja aku cukup kesulitan menghapal letak-letak mainan yang disusun di puluhan rak di sepenuh dinding dan bagian tengah ruko dua pintu itu, hingga yang digantung-gantung sampai ke luarnya. Aku cukup pusing dan si Tilam yang mungkin sudah sering juga main ke sana, ketawa-ketawa melihat kepanaanku. Hari pertama itu, aku begitu canggung. Tetapi tidak apa-apa, secara perlahan namun pasti ku lalui, itu adalah latihan.

Lihat selengkapnya