Dengan tenang Jinni mengepak semua pakaian yang dia butuhkan masuk ke dalam koper, ada jaket puffer, cardigan, sweater turtleneck, topi ushanka, syal dan lainnya, yang cukup bervariasi, tak lupa Jinni juga membawa pakaian casual, satu demi satu pakaian dan perlengkapannya dia rapikan dan masuk kedalam koper, dia merapikannya sendirian tanpa ada yang membantunya. Semua persiapan sudah dia persiapkan sejak kejadian penangkapan sang nenek. Entah kemana tujuan Jinni kali ini, melihat dari semua perlengkapannya tujuan kali ini akan sangat jauh dan juga lama.
"Apa kamu sudah siap?,
"tentu. " jawab Jinni dengan semangat sambil menghela nafas cukup dalam karena memang dia melakukan persiapannya sendirian tanpa bantuan siapapun. Padahal para asisten rumah tangga sudah bersiap untuk membantunya, tapi Jinni menolak dan melakukannya sendiri.
Di masukan lah semua koper ke dalam bagasi mobil, ada 3 koper yang masuk ke dalam bagasi yang dimana koper koper itu cukup besar, seakan akan kepergian Jinni kali ini akan memakan waktu yang cukup lama. Tapi saat di tanya kemana?, dia tak pernah menjawab dengan jelas kemana dan berapa lama dia akan pergi.
"Nona sudah mau pergi?" Tanya salah seorang asisten rumah tangga yang sudah cukup akrab dengan Jinni.
"Iya imo, saya harus pergi sekarang, terima kasih atas semuanya ya", ucap Jinni meraih tangan asisten rumah tangganya dengan lembut sambil berpamitan.
Tak lupa Jinni menitip pesan kepada asisten nya itu sambil berbisik dan memeluknya.
"Hati-hati di jalan Nona, jika ada waktu kapan-kapan mampir lagi ya ke mari, saya yang harus banyak berterima kasih dengan Nona, begitu banyak bantuan yang sudah Nona berikan kepada kami(asisten rumah tangga) yang itu adalah sangat luar biasa berharga. Kami sungguh berterima kasih kepada Nona atas semuanya", ucap imo mewakili semua pegawai di sana yang telah banyak di bantu oleh Jinni.
"Sama-sama imo, kita semua berhak menerima hak kita apapun itu, jika ada apa-apa jangan sungkan menghubungi saya ya, pasti saya akan usahakan apapun itu".
Jinni berpamitan dengan semua asisten rumah tangganya dan juga beberapa bodygurtnya yang sudah membantu dan menjaga dia selama ini.
Jalanan siang ini cukup lenggang menuju bandara, Jinni terus saja melihat ke luar jendela seakan akan mengamati setiap jalan, bangunan dan juga tempat-tempat yang pernah dia kunjungi maupun lewati. Semuanya menyisakan kenangan, entah itu sedih, senang atau pilu, tak lupa Jinni juga mampir ke rumah lama dia yang dulu dia pernah tinggali bersama sang nenek. Rumah kecil di daerah gangwon yang penuh kenangan bersama sang nenek yang dia kira sang nenek telah hilang ingatan.
Air mata Jinni tak kuasa mengalir deras, dan dia tak sanggup lagi menahan rasa sakit dan sedihnya dengan apa yang dia alami, tak pernah dia merasa sangat sedih akan hidupnya kecuali penghianat yang neneknya lakukan selama ini pada dirinya, bahkan kenyataan yang dia ketahui saat keluarganya meninggal karena di bunuh tak sesakit rasanya seperti saat dia tau semua yang terjadi dalam tragedi tragis kematian keluarganya karena keserakahan sang nenek.
Setelah menangis sesenggukan yang membuat lemas tubuhnya karena banyaknya energi serta air mata yang Jinni sudah keluarkan, akhirnya dia melepaskan semuanya dan pergi melanjutkan perjalanannya menuju bandara.
Di dalam mobil pun air mata Jinni masih terus saja menetes.
''Apa masih mau di sana?''.