DARK AND LIGHT IN THE PERFECTION

Nengshuwartii
Chapter #1

PERTEMUAN

Dengan gerakan pelan namun pasti, Jinni mengepak semua pakaian yang ia perlukan ke dalam koper besar di hadapannya. Tumpukan jaket puffer, cardigan tebal, sweater turtleneck, syal wol, hingga topi ushanka yang lembut masuk satu per satu, dilipat rapi seolah setiap helainya menyimpan kenangan dan alasan ia harus pergi jauh. Ada juga pakaian kasual, jeans, kaos, sepatu favorit, semua ia rapikan sendiri tanpa bantuan siapa pun.

Para asisten rumah tangga sebenarnya sudah berbaris di depan pintu, siap menawarkan bantuan. Namun Jinni menolak dengan halus.

"Biarkan aku melakukannya sendiri… untuk sekali ini saja."

Semuanya terasa terlalu berat untuk dibagikan kepada orang lain.

Setelah kejadian penangkapan neneknya, Jinni tahu bahwa ia harus pergi. Bukan lari, tapi pergi—ke tempat yang bisa memberi jawaban, ke tempat yang mungkin memulai bab baru dari hidup yang tidak pernah ia minta.

Dan dari setiap benda yang ia masukkan, terlihat jelas: perjalanannya kali ini sangat jauh, sangat lama, dan sangat penting.

"Nona, sudah mau pergi?"

Salah satu asisten rumah tangganya, wanita separuh baya yang sudah ia panggil imo sejak lama, mendekatinya dengan mata berkaca-kaca.

“Iya, imo… aku harus pergi sekarang,” jawab Jinni sambil meraih tangan wanita itu, menggenggamnya seolah ingin menyimpan kehangatan terakhir dari rumah ini.

Imo memeluknya erat.

“Hati-hati di jalan, Nona. Kalau sempat… mampirlah lagi ke sini. Kami merasa seperti punya anak sendiri sejak Nona tinggal di rumah ini.”

Suara imo mulai bergetar.

“Semua bantuan yang Nona berikan… tidak akan pernah kami lupakan.”

Jinni tersenyum kecil, namun matanya ikut berkaca.

“Sama-sama, imo. Kita semua berhak mendapatkan yang terbaik, apa pun itu. Dan… kalau ada apa-apa, telepon aku. Aku pasti akan datang.”

Ia memeluk semua asisten rumah tangga satu per satu—pelukan yang hangat, tulus, namun terasa seperti salam perpisahan yang tidak tahu kapan bisa diulang kembali.

Tiga koper besar dimasukkan ke bagasi mobil. Ketika pintu bagasi menutup, suara klik itu seperti tanda bahwa ia benar-benar akan pergi dari kehidupan lama yang masih penuh luka.


Perjalanan ke Bandara.

Jalanan siang itu lengang. Mata Jinni tidak lepas dari jendela, menatap setiap bangunan yang pernah ia lewati, setiap sudut yang pernah ia singgahi, dan setiap tempat yang memiliki cerita baik yang menyakitkan maupun yang membuatnya bertahan hidup.

Saat mobil berhenti di depan rumah kecil di Gangwon, rumah yang dulu ia tinggali bersama sang nenek, tubuhnya langsung melemah.

Rumah kecil itu… saksi dari kasih sayang dan sekaligus pengkhianatan yang paling menghancurkan hidupnya.

Air mata Jinni jatuh deras tanpa ia bisa kendalikan. Rasa sakit itu bukan lagi sekadar perih… tapi seperti luka yang terbuka kembali, menuntut untuk diakui sebelum ia bisa pergi.

"Mengapa semuanya harus seperti ini…?"

Lihat selengkapnya