DARK AND LIGHT IN THE PERFECTION

Nengshuwartii
Chapter #2

JABATAN BARU

Hari ini, di kantor barunya, Juno menerima sebuah panggilan yang sejak awal tidak ingin ia dengar.

Dreng… dreng… dreng…

“Halo, selamat pagi Perwira.”

“Pagi, Juno. Bagaimana kabarmu? Bisa ke ruang saya sebentar?”

“Baik, Perwira.”

Begitu telepon ditutup, senyum Juno menghilang seketika.

Beberapa jam sebelumnya, dokter baru saja mengatakan bahwa kondisi ibunya pulih total. Seharusnya hari ini menjadi hari terindah. Namun satu telepon dari Perwira, orang yang ia curigai sebagai kaki tangan Tuan, cukup untuk mengembalikan hawa gelap yang selama ini ia tahan.

Ia menarik napas panjang, menahan gejolak di dadanya.

Kenapa dia memanggilku lagi? Apa yang dia inginkan?

Dengan langkah berat, Juno naik ke lantai 6.

Tangannya sempat ingin menghubungi Jinni… tapi sudah dua hari ini Jinni tidak bisa dihubungi. Tidak ada jawaban. Tidak ada pesan. Tidak ada tanda keberadaan.

Ketika ia menelepon ke Villa, asisten Jinni hanya berkata,

“Nona sedang di laboratorium… tidak menerima telepon dari siapapun.”

Juno tidak tahu bahwa Jinni sudah meninggalkan Korea sejak kemarin, terbang jauh ke Slowakia untuk bertemu profesor misterius itu.

Tidak ada satu pun yang memberi tahu Juno. Dan ketidaktahuan itu meninggalkan ruang kosong di dadanya.

Tok...Tok...Tok...

“Masuk!”

Juno memberi hormat.

“Silakan duduk, Juno.”

Hening menelikung ruangan selama beberapa detik.

“Maaf tentang waktu itu, soal penangkapan nenek Jinni.”

Juno menurunkan pandangan. Kejadian itu masih membekas.

Ia memimpin penyelidikan berbulan-bulan, namun saat hari penangkapan tiba, ia justru dilarang mendekat. Ia hanya bisa menyaksikan dari kejauhan ketika satuan kepolisian mengepung Villa itu… sementara Jinni menangis di lantai atas.

“Tidak, Perwira. Itu kesalahan saya. Mohon maafkan.”

Ia berbicara sopan, meski hatinya masih belum bisa menerima.

Perwira tersenyum tipis.

“Saya akan memaafkanmu… tapi dengan satu syarat.”

“Syarat?”

Perwira mengambil sebuah kotak berwarna hitam dari laci.

Disodorkannya kotak itu ke Juno.

Juno membukanya.

Dan matanya membelalak.

“Ini…”

“Lencana baru untukmu. Kepala Divisi. Selamat.”

Lencana itu berat, bukan hanya secara fisik.

Itu jabatan yang setara dengan pamannya, yang dulu mendapatkan gelar itu setelah menyelesaikan kasus pembunuhan besar tujuh tahun lalu.

Namun Juno?

Ia bahkan tidak sedang mengerjakan kasus apa pun saat ini.

“Maaf Perwira… saya rasa ini terlalu tinggi. Saya tidak pantas.”

“Tidak, Juno. Kamu pantas. Dan kamu akan membutuhkannya…”

Perwira mencondongkan tubuh. Tatapannya tajam.

“…untuk menyelesaikan kasus yang selama ini kamu selidiki diam-diam.”

Darah di tubuh Juno seolah berhenti mengalir.

Dia tahu… selama ini dia tahu… semua gerak-gerikku diawasi…

Tak ada kata lain yang keluar.

Perwira sudah menjeratnya. Dengan jabatan baru ini, Juno terikat.

Ia tidak bisa bergerak sembunyi-sembunyi lagi.

“Gunakan jabatanmu itu untuk menegakkan kebenaran. Itu saja.”

Juno memberi hormat.


Keluar dari ruangan itu dengan napas tersengal, bukan karena lelah, tapi karena amarah yang ia tekan sedalam mungkin.

Di parkiran, ia bersandar ke mobil.

Langit pagi terasa berat, seakan ikut menekan pundaknya.

“Jinni… kenapa kamu tidak menjawab teleponku?”

Lihat selengkapnya