Diana berjalan mondar-mandir sambil mengentakkan kaki. Tidak lama gadis itu menggeleng. Apa pun yang terjadi, ia tidak setuju dengan usul itu.
"Apa kau sudah tidak waras? Itu adalah hal yang berbahaya. Bagaimana jika terjadi padamu?" tanyanya dengan suara cukup keras. Raina memang telah memberitahu rencana kakek Daniel pada sahabatnya itu, juga kepada Daniel.
"Bukankah kau tidak percaya pada keberadaan vampir? Kenapa sekarang menjadi cemas?" tanya Raina.
"Aku ... aku tidak percaya, tapi tetap saja jika mereka memang ada, aku tidak mau kau dalam bahaya. Sekarang, bukan masalah aku percaya atau tidak. Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?"
"Tidak akan terjadi apa-apa padaku," jawab Raina sambil menggenggam tangan sahabatnya itu.
"Itu benar, aku dan yang lain akan melindungi Raina," ucap Daniel.
"Tidak, tidak boleh, itu terlalu berbahaya. Bagaimana kalau ...?"
"Meski memang berbahaya, aku akan tetap melakukannya!" tegas Raina memotong ucapan gadis itu.
Diana menatap wajah Raina. Ia tahu keputusan sahabatnya itu tidak akan berubah. Raina memang menjadi keras kepala jika terkait masalah vampir.
"Baiklah, tapi kau harus berjanji. Kau akan menjaga dirimu. Jangan sampai terjadi sesuatu padamu hanya karena ingin menangkap vampir. Keselamatanmu adalah yang terpenting."
Raina tersenyum kecil sambil mengangguk dan merangkul pundak sahabatnya itu.
***
Diana terlihat tengah menatap kagum. Di sampingnya duduk Raina. Tidak jauh di tempat terbuka Daniel tengah berlatih dengan beberapa orang. Mereka semua masih muda, tetapi begitu terlatih dan mahir memainkan berbagai senjata.
"Aku tidak menyangka Daniel akan begitu keren," ujarnya dengan mata berbinar-binar. Pandangannya jelas hanya tertuju pada Daniel seorang.
Raina hanya diam tidak menanggapi. Pikirannya hanya tertuju pada masalah vampir yang harus segera diatasi. Tidak ada waktu baginya untuk merasakan cinta seperti halnya Diana. Raina menoleh dan diam-diam rasa iri menyusup masuk dan membuncah dalam dirinya. Andai saja hal buruk tidak menimpa dia waktu remaja, mungkin kini dia bisa seperti Diana, hidup dengan gembira dan memiliki kekasih seperti Daniel yang begitu baik dan setia.
"Aku pasti merasa sangat beruntung jika bisa seperti itu," gumam Rania pelan.
"Ada apa? Apa yang kaukatakan?" tegur Diana. Ia tidak mendengar jelas perkataan sahabatnya itu. Seluruh perhatiannya hanya tertuju pada Daniel yang kini sedang tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya.
Raina kemudian menggeleng.
"Tidak ada apa-apa. Hanya saja aku merasa akan menyenangkan jika ada yang memperhatikanku seperti cara Daniel memperhatikanmu. Ah, aku ini bicara apa? Sudahlah, lupakan saja yang kukatakan."