[Sudah lama sekali bahkan tidak diketahui lagi kapan awal mulanya, sejak dari dulu manusia tahu bahwa mereka tidaklah hidup sendiri. Manusia telah hidup berdampingan dengan makhluk yang tak kasat mata. Makhluk-makhluk yang biasa disebut makhluk gaib seperti Roh, Iblis, Setan, Malaikat dan lain-lain. Meskipun tak terlihat wujudnya, seorangpun tidak pernah menyangkal keberadaan mereka.]
Sejauh sejarah yang tercatat, manusia diketahui telah menjalin hubungan saling menguntungkan dengan makhluk-makhluk tersebut. Roh memberikan kekuatan tertentu yang ditukar dengan energi kehidupan seseorang. Iblis dan Setan memberikan kekuatan singkat dengan kontrak pertukaran yang setara atau pengorbanan seluruh kehidupan orang yang ingin menjalin hubungan. Malaikat memilih orang dan memberikan berkah tertentu dengan syarat keimanan. Makhluk tersebut menjalin hubungan seperti ini disertai dengan banyak alasan salah satunya adalah untuk memanjangkan umur mereka sendiri. Para Roh atau Malaikat biasanya memiliki tujuan menguatkan keberadaan mereka.
Dengan adanya tujuan dan apa-apa yang menjadi dampak, tentulah orang-orang tidak ingin membahayakan diri mereka sendiri. Sesuatu seperti menukar barang berharga, energi kehidupan dan nyawa sudah nampak tidak sebanding dengan kekuatan singkat yang sebenarnya tidak benar-benar diperlukan. Maka dengan sendirinya orang-orang menganggap benar dan masuk akal seseorang memuja para malaikat karena sosok mereka tidak menuntut barang berharga. Dari sinilah muncul kelompok-kelompok pemuja dan percaya bahwa semua makhluk hidup di dunia ini memiliki sosok pencipta yaitu Tuhan.
Beranjak dewasa dari sana, keberadaan makhluk gaib tak kasat mata lain selain Malaikat dan Roh tersisihkan bahkan hampir terlupakan. Para Malaikat pun tidak lagi dipuja-puja sebagai makhluk gaib tatapi sebagai Dewa. Namun, ini tidak membawa dampak negatif yang cukup signifikan untuk makhluk gaib yang lainnya. Pada dasarnya makhluk-makhluk gaib sudah mencapai waktu hampir abadi.
Orang-orang dengan berkah dari para malaikat biasanya dipilih dari hati mereka yang bersih. Melakukan perbuatan dan baik berguna untuk orang lain sampai-sampai hal ini dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar bagi mereka. Mereka disorak-soraki dengan julukan “orang suci”. Dari sinilah awalnya, selama ribuan tahun tertimbun akhirnya terdorong muncul kepermukaan. Roda perekonomian tidak bisa ditutupi oleh berkah-berkah para Dewa yang mereka sembah. Anggapan-anggapan yang mengatakan perbuatan yang salah dan merugikan orang lain akhirnya dinilai sebagai perbuatan jahat yang berasal dari bisikan Setan atau Iblis.
Orang-orang yang diketahui mendapat berkah bukan berasal dari para malaikat atau berkah yang membawa efek negatif bagi pemakainya sendiri atau orang lain akan dituduh memiliki hubungan dengan Iblis atau Setan. Mereka akan dianggap bersekongkol dengan Iblis dan dinilai membawa pengaruh jahat. Mereka akan mengiring-iring orang itu sambil menyorakan kata “penghakiman” atas nama “keadilan”. Mereka akan memanggil orang itu “penyihir” dengan penuh kebencian sebelum akhirnya dibakar hidup-hidup.
[Orang-orang yang menganggap diri mereka benar tidak akan berhenti …. Karena itulah keyakinan mereka dan ini juga berlaku untuk kamu.]
Tak peduli jika orang itu menjerit hingga darah keluar dari mulutnya. Tidak peduli jika orang itu meronta hingga tanpa sadar mematahkan tulang-tulangnya sendiri. Tidak peduli orang itu akan terlihat seperti apa. Justru semua itu dinikmati selayaknya pertunjukan sandiwara dengan nyanyian. Mengatasnamakan api penyucian, mereka menunjuk-nunjuk bahwa orang itu harus menjadi pelajaran untuk yang lainnya. Seakan-akan mereka berkata “kamu selanjutnya.” Mereka tidak menyadari sifat kemanusiaan telah terkikis atau bahkan orang yang disiksa itu sama sekali tidak dianggapnya sebagai manusia. Mereka menganggap benar semua hal ini untuk diri mereka sendiri kepuasan sendiri tanpa tahu apa yang sedang terjadi.
[Semua anggapan benar atau salah yang pernah kamu tujukan pada …, kepada … apapun bentuknya, semua itu tidak lebih dan tidak kurang dari sesuatu yang disebut keyakinan. Tidak ada kebenaran yang mutlak.]