Dark Narrow

Rexa Strudel
Chapter #1

#1

“Kana, kamu masih main game online sama temen-temen?” bisik mama sepelan mungkin tepat di telinga Kana. Tubuh tinggi ramping mereka berdekapan erat. Jemari wanita itu tampak bergetar mengusap rambut hitam ikal anak gadisnya yang menjuntai sebatas bahu. Wajah oval mama tampak lebih pucat saat tadi sampai di rumah. Mata dengan manik kecoklatan milik mama pun terlihat merah dan basah.

Kana terperangah sesaat dan mengangguk samar. Ia baru ingat kalau earpiece bluetooth masih terpasang di telinga kiri setelah permainan online terakhir lima belas menit yang lalu bersama tiga teman. Sepertinya mama menyadari earpiece di telinga Kana dan berusaha menutupi dengan rambutnya. Tampilan layar komputer di kamar Kana sebelum ia beranjak ke luar tadi terhubung di lobby game. Gadis itu juga mengingat kalau tadi dua orang teman tersebut mendengar suara di sini. Seketika gadis itu merasa ada setitik cahaya di pikiran yang gelap. Tapi kemudian ia bertanya-tanya sendiri dalam hati. Apakah teman-temannya tersebut mau dan bisa menolongnya dari situasi ini? Lalu bagaimana juga cara mereka menolong nanti? Lagipula apa posisi mereka cukup dekat dengan rumah ini?

“Na, kami masih bisa dengerin suara-suara di sana,” pemuda bersuara berat dan dalam – teman Kana main game dengan username DasMustard terdengar di earpiece.

“Aduh, lagi ada apaan di sana, Na?” suara ringan pemuda pemilik username Killhya juga terdengar cemas.

“Apaan sih? Ada apaan? Lo pada ghibahin gue, ya?” celetuk gadis yang menggunakan username NiceNica yang baru kembali bergabung di percakapan lobby game.

“Itu tadi dari mic Kana kedengeran suara ribut dan tembakan. Ini Kana belum bisa jawab. Tadi kedengeran suara mamanya Kana nanyain kita,” tutur DasMustard singkat.

“Hah? Lagi nonton atau main game lain kah?” tanya NiceNica yang tidak dijawab karena suara mama Kana terdengar kembali.

“Temen Kana bisa nggak akses kamera tersembunyi di sini?” mama berbisik lagi di telinga Kana yang terpasang earpiece. “Seenggaknya kalau kami semua di sini mati, ada yang bisa kasih bukti ke polisi,” lanjut mama dengan suara bergetar.

Mama melepas dekapan dan menegakkan tubuh ke arah pria berpenutup wajah yang baru saja menyudahi panggilan telepon. “Kalian suruhan siapa tadi?” Mama memaksakan diri membuka percakapan untuk mengalihkan para pria bersenjata itu dari Kana.

“Bisa, bisa. Kasih tau aja merek sama akun dan password,” jawab DasMustard cepat.

“Gue juga bisa. Gue bisa,” NiceNica ikut menjawab. Ada nada panik dalam suaranya mendengar kata-kata mama Kana barusan.

Kana duduk berlutut sembari menunduk. Hati Kana mencelos dan ngilu saat mulai berpikir tentang hal-hal buruk. Kana menelan ludah mengatasi kerongkongan yang terasa kering. Pikirannya jadi makin kalut karena kata-kata mama soal mati. Emosi di dada bercampur aduk dan pertanyaan dalam kepala bertumpuk. Apa ia dan keluarganya akan mati malam ini? Siapa yang menyuruh para pria bersenjata ini? Apa lagi yang akan mereka lakukan nanti? Lalu bagaimana juga nasib keluarga tantenya, penjaga rumah, mbok Jum dan yang lain kalau mereka semua malam ini harus berakhir mengenaskan?

Kelopak mata Kana mengerjap untuk menyingkirkan pandangan buram – membuat tetesan air jatuh dan membasahi lantai tempat kedua tangannya bertumpu. Gumpalan segala macam perasaan di dada membuat sesak. Badannya gemetar tapi tidak kuasa bergerak. Degup jantung gadis itu berderap cepat. Kegelisahan merambati pembuluh darah dari ujung kepala hingga kaki. Gadis itu mengangkat kepala sedikit. Ia mengamati gerak-gerik para pria berpenutup wajah. Senjata di tangan para pria tersebut membuat denyut jantung Kana terasa makin menyentak dada.

Mama melirik wajah Kana yang sama pucat, bingung dan kalut sepertinya. Tangan mama meremas lembut lengan Kana, bermaksud menguatkannya saat suara tangis balita perempuan yang merupakan anak dari sepupu yang menginap terdengar memenuhi ruang tamu tempat semua orang di rumah dikumpulkan di sini.

Di belakang Kana dan mama, ada mbok Jum yang merupakan pengurus rumah tangga sejak sebelum Kana lahir. Wanita tua bertubuh agak gempal dengan konde di rambut berubannya, sesekali mengusap wajah bulatnya yang basah oleh air mata. Ia melihat takut-takut ke arah para pria berpenutup wajah.

Tante Kana dan pengasuh anak, sedang berusaha menenangkan si balita. Pipi mereka berdua juga basah. Sebisa mungkin mereka menahan tangis agar tidak membuat gusar para pria bersenjata ini.

Satu penjaga rumah yang pingsan beserta supir dengan kedua tangan terikat di depan dengan tali ripet plastik ikut dibawa ke ruang tamu. Mereka berdua ditempatkan di pojok dengan posisi berlutut. Lalu tubuh satu penjaga rumah yang sudah tak bernyawa, ikut dibawa masuk dan diletakkan di belakang sofa.

Lihat selengkapnya