Dark Narrow

Rexa Strudel
Chapter #3

#3

Ada secuil rasa lega dan harap dihati Kana saat tahu Ryuhiro sudah tersambung dengan teman-temannya. Tapi tetap saja, atmosfer cemas dan takut masih melingkupi Kana dan keluarganya di sini. Ia tidak tahu apa yang akan direncanakan oleh para pria bersenjata ini bersama dengan orang di telepon. Kana beberapa kali mendengar mama bersikeras tidak akan menarik laporan soal penyelewengan dana di perusahaan keluarga. Mama juga tidak akan menyerahkan begitu saja bukti-bukti laporan tersebut untuk dihilangkan kepada para pria bersenjata ini.

“Oke. Karena anda bersikeras dengan pendirian sendiri, jadi kami bakal ngelanjutin eksekusi ke tahap kedua,” ujar suara berat dan dalam pria yang memegang ponsel kepada mama Kana. Lalu ia memberi perintah kepada dua anak buahnya dengan isyarat tangan.

“Jangan. Saya saja yang dibunuh. Jangan keluarga saya semua,” mama Kana meratap menatap pria tadi. Sementara tangisan mbok Jum, tante Kana dan pengasuh anak mulai menjadi.

Pria tadi menggeleng ke kanan dan kiri. “Kalau anda mau kerjasama, tidak akan ada yang mati lagi. Semua beres, semua hidup, semua bahagia,” ujarnya lagi. Ia mendekatkan wajah ke hadapan mama Kana.

“Memangnya kalian dibayar berapa? Saya bisa bayar kalian tiga kali lipat kalau kalian biarkan kami hidup. Saya juga tidak akan mengusik kalian lagi setelahnya,” mama Kana mencoba negosiasi. Jemarinya saling bertautan dengan gemetar.

Terdengar kekehan mencela dari mulut pria tadi. “Nah, nah. Inilah jeleknya orang-orang berduit. Selalu berpikir kalau kesetiaan semua orang bisa dibeli. Saya yakin uang bos kami nominalnya lebih banyak dari Ibu.”

“Jadi kesetiaan kalian cuma bisa dibeli dengan uang korup rupanya,” balas mama.

“Yang penting berupa uang, Bu. Kami nggak peduli dari mana asalnya,” pria tadi mendekatkan wajah ke mama dengan seringai mencela.

Mama hanya bisa menatap pria tadi dengan mata basah dan gamang. Lalu ia bersimpuh lemas di sebelah Kana. Sebisa mungkin mama terlihat tegar agar yang lain – terutama Kana – tetap tenang dan tidak bertindak ceroboh. Tiba-tiba saja suatu pemikiran lain melintas di kepala mama. “Ruangan itu, Na,” desisnya di dekat telinga Kana.

Kana spontan menjauhkan wajah dari mama dan menggeleng kuat-kuat. Wajah pias dan mata merahnya tampak menolak jelas kata-kata mama barusan. gemetar di tubuhnya makin menjadi. Gelombang panas dan dingin mengalir deras di sekujur pembuluh darah Kana. Rasa pening dan titik cahaya yang mengitari kepala membuat gadis itu agak limbung.

“Seenggaknya salah satu dari kita mesti hidup. Cuma kamu yang bisa lari sekarang ini!” desis mama gusar.

“Na, Ryu bilang lo mesti muter lewat jalur evakuasi darurat ke kamar lo. Kayak yang dulu Ryu tunjukkin,” suara Farid seolah menambah rasa pening di kepala Kana. “Jangan langsung lari ke kamar lo. Biar ngulur waktu mereka buat nyari-nyari lo ke sekeliling rumah. Jangan lupa ambil ponsel di kamar sebelum ke ruangan rahasia,” lanjut Farid.

Lihat selengkapnya