Hari demi hari aku melihat anak - anak lain seusiaku pergi pulang sekolah. Tidak denganku, aku hanya melihat mereka dari balik jendela. Aku sangat ingin sekolah, namun kondisiku yang tidak memungkinkan.
Siapa sangka, ibuku diam - diam selalu mengamatiku dan hati ibuku terketuk juga. Akhirnya aku di daftarkan ke taman kanak-kanak. Dengan diantar dan ditunggu ibuku diluar kelas, aku sekolah.
Disana, aku belajar mengaji, menulis, menggambar, mewarnai dan cara berwudhu serta tata cara sholat sholat.
Saat itu memoriku tidak banyak, aku hanya mengingat kenangan dimasa kanak-kanak yaitu saat ada temanku yang memukul kepala dan menjambak rambutku.
Itu rasanya sangat menyakitkan, apalagi mengingat kondisi kepalaku yang memang butuh operasi besar.
Untuk menyisir rambut saja ibuku harus ekstra hati - hati. Karena jika kepalaku kesenggol sedikit saja, pasti aku akan menangis karena memang itu sangat sakit.
Memoriku yang kuingat lagi saat usiaku enam tahun. Dimana saat aku pembagian raport pertama di taman kanak-kanak. Alhamdulillah aku berada di peringkat empat.
Orang tuaku senang pastinya, namun sejujurnya aku kurang puas dengan apa yang aku gapai. Yang aku inginkan adalah peringkat pertama, tapi ya sudah, mungkin aku saja yang kurang berusaha. Saat itu, aku bertekad lain kali akan lebih berusaha lagi, untuk membuat orang tuaku bangga.
Dalam pikiranku adalah hanya ingin membuat orang tuaku bangga, meski aku mempunyai keterbatasan, tapi aku ingin selalu membuat mereka tersenyum.
Aku ingin menebus air mata yang telah dikeluarkan oleh keduanya dikarenakan ulahku. Meski kutahu, sampai matipun takkan bisa membalas semua jasa mereka. Sehingga aku bertekad untuk lebih baik lagi di semester depan.
Nyatanya, itu hanya harapan semu, karena aku terpaksa putus sekolah untuk persiapan operasi pemasangan batok kepalaku. Tiba - tiba saja dokter spesialisku menghubungi orangtuaku yang mengabarkan bahwa dia sudah berada di Indonesia.
Dokterku memang sebelumnya dia berasa di US dan sekarang telah sampai ke tanah air dan membawa oleh-oleh untukku yang sangat berharga.
Oleh-olehnya apa? Batok kepala buatan. Yup, kepalaku sekarang dibantu oleh batok kepala buatan yang dibeli langsung dokterku di US.
Mengapa harus jauh - jauh ke US? Karena kualitas di Indonesia itu kurang, bukannya aku tak mencintai produk Indonesia, masalahnya ini menyangkut nyawa.
Aku mendengar dari ibuku, meski aku dioperasi kemungkinannya adalah 50:50. Jika gagal, maka nyawaku melayang. Meski berhasilpun, sudah dipastikan 70 persen aku akan mengalami gangguan mental.
Jadi meski aku hidup, sudah dipastikan mentalku akan terganggu. Kasarnya, idiot kalau zaman dulu sebutannya.
Akan tetapi, meski telah mengetahui semua kemungkinan itu, orang tuaku tetap mengambil keputusan besar, dengan menyetujui agar aku dioperasi. Ayahku berkata: