Dark Side

Intan Nur Syaefullah
Chapter #6

Diary Hidupku

Kehidupan SMP ku, menurutku tidak ada yang menarik. Kalian pasti tahu alasannya apa. Ya, karena aku berbeda. Aku terus dipandang sebelah mata.

Aku dijauhi oleh mereka, mungkin aku mempunyai kesalahan kepada mereka. Bodohnya lagi, aku tak tahu salahku dimana.

Berkali - kali aku minta pindah sekolah kepada orang tuaku. Tapi saat ditanya alasannya kenapa aku selalu bungkam. Aku tak mungkin cerita pada mereka bahwa aku tak punya teman disana, sehingga pada akhirnya aku bertahan.

Meski aku harus dimanfaatkan oleh mereka, aku ikhlas. Sampai ada temanku yang berkata,

"Sadar gak sih Sya, kamu itu hanya dimanfaatkan?" Aku hanya mengulum senyum.

Namun dari kejadian itu aku sangat bersyukur, sekalinya aku punya teman, teman - temanku sangat berkualitas. Teman yang benar - benar teman. Salah satunya adalah Gerald. Dia merupakan diary hidupku, yang terus selalu ada saat aku butuh.

Sering kali kita bertukar pikiran, tentang sekolah, sosial, bahkan dalam hal keyakinan. Ya, keyakinan kita berbeda. Dia seorang Katholik taat sedangkan aku adalah seorang Muslim. Meski keyakinan kita berbeda, namun kita saling menghargai satu sama lain, tentunya dalam batas agama masing - masing.

Gerald mengaku bahwa aku merupakan teman muslim pertama baginya, yang awalnya dia takut berteman denganku hanya karena aku beragama Islam, seorang santri pula.

Disclaimer dulu nih, sebelumnya tidak ada niatan sama sekali untuk menjelekkan satu agama apapun. Aku disini murni hanya untuk bercerita saja. Aku percaya, kalian yang membaca ini adalah orang yang bijak.

Dulu yang ada dalam pikiran Gerald adalah Islam selalu menyudutkan orang - orang non Muslim. Aku tidak menyalahkan dia juga sebenarnya, karena setiap agama pasti ada oknum tertentu yang memang bertindak sedikit diluar batas.

Saat mendengar pengakuan itu, aku tidak langsung membuat pernyataan yang menjelaskan bahwa Islam itu seperti apa, aku hanya menjawab,

"Itu hak kamu memandang aku dan Islam seperti apa. Karena yang menilai kita orang lain bukan?" Gerald hanya menganggukkan kepalanya. Tapi Alhamdulillahnya, Gerald mulai terbuka padaku, berbeda dari sebelumnya.

Bahkan, setiap tahun saat bulan Ramadhan di waktu sahur atau berbuka puasa. Dialah yang mengingatkanku. Bahkan setiap hari Raya Idul Fitri maupun Idhul Adha, ia adalah orang yang pertama yang mengucapkan selamat padaku. Ingat, setiap tahun, tak ada yang terlewat.

Banyak moment lucu diantara kita berdua, saat aku mengucapkan alhamdulillah, dia mengucapkan Puji Tuhan. Saat aku bilang hendak sholat, dia juga pergi ke Gereja. Seru juga yaa punya sahabat beda agama, tapi saling menghargai satu sama lain.

Kita sering bertukar cerita, mau itu senang, sedih, lucu. Semuanya, kita obrolkan. Sampai pada saatnya kita hendak mengambil jurusan untuk kuliah, dia ikut andil di dalamnya.

Lihat selengkapnya