Dark Side

Intan Nur Syaefullah
Chapter #12

Berkenalan

Masa OSPEK sudah selesai, dihari berikutnya aku sudah mulai berkuliah. Di kampusku terdapat dua tipe mahasiswi. Yang pertama adalah mahasiswi reguler, yaitu mahasiswi yang hanya fokus untuk berkuliah dan mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan. Dan juga tinggalnya khusus di asrama mahasiswi.

Sedangkan yang kedua adalah mahasiswi yang memang merangkap menjadi pengajar di pesantren. Dan mereka tinggalnya dalam pesantren.

Nah, aku merupakan salah satu mahasiswi reguler. Yang mana, aku hanya murni untuk berkuliah saja di sana. Tapi, saat kuliah, aku satu kelas dengan para guru.

Karena saat itu yang hanya mengambil jurusan yang memang sebenarnya tidak membuka untuk reguler. Ntah kenapa saat itu aku bisa masuk.

Jika mahasiswi reguler kebanyakan jam kuliahnya adalah dari pagi sampai menjelang sore, berbeda dengan mahasiswi guru, jam kuliahnya dimulai dari sore hari, tepatnya jam empat sore. Karena memang waktu pagi sampai menjelang sorenya, mereka mengajar.

Maka dari itu, jam kuliahku adalah dari jam empat sore hingga malam. Jadi, disaat orang lain sibuk kuliah, aku terkadang menyuci pakaian atau sekedar menonton film melalui laptop atau bahkan mengerjakan tugas. Sering juga aku mengetik apa saja yang ada dalam pikiranku.

Baru saat mulai orang - orang baru pulang kuliah, sekitar jam setengah tiga atau jam tiga. Aku baru bersiap - siap untuk berangkat kuliah.

Sebenarnya ada enaknya juga sih, jam kuliah berbeda dengan yang lain, salah satunya tidak perlu mengantri untuk mandi haha.

Ditahun pertamaku kuliah, yang satu jurusan denganku dari mahasiswi reguler hanya ada tiga orang. Aku, Nisa, dan Azizah. Kita adalah yang mengambil jurusan aqidah dan filsafat Islam.

Jurusan ini saat aku masuk sebenarnya tidak membuka untuk mahasiswi reguler, sehingga jadinya kita berkuliah disatukan dengan mahasiswi guru.

Pertama kali masuk ke kelas, yang lainnya karena sesama guru, mereka sudah saling kenal satu sama lain.

Sedangkan kita bertiga, sama sekali tidak mengenal satupun dari mereka. Dan saat kita memasuki kelas, tatapan mereka sulit diartikan.

Kamu pasti paham bagaimana tatapan mereka kepada kita, tapi aku tidak mau ambil pusing soal itu.

Bahkan, aku setelah mendapatkan kursi, aku langsung berbalik ke belakang karena kebetulan aku duduk dikursi paling depan. Aku dengan pedenya mengajak mereka berkenalan lebih dulu.

"Haloo, namaku Sya, nama kamu siapa?" Tanyaku sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman. Namun, mereka tidak langsung menyambut tanganku, melainkan melihatku dengan tatapan aneh. Seketika aku langsung mengerti.

"Oh, maaf. Tangan kananku tidak berfungsi karena aku mengalami kecelakaan waktu aku kecil." Kataku kemudian.

Kemudian mereka satu persatu mulai berkenalan denganku, bahkan menanyai aku lebih jauh.

Disaat yang bersamaan, aku juga melihat kearah Nisa dan Azizah yang hanya diam, bahkan tidak menoleh ke belakang. Akhirnya, aku berinisiatif untuk mengenalkan Nisa dan Azizah pada mereka.

Tapi respon Nisa dan Azizah diluar ekspetasiku. Terlebih sikapnya Azizah, terkesan tidak peduli. Sampai aku su'dzan sama dia.

"Ya Allah, kok bisa ya, kesannya kaya sombong gitu. Padahal disini semua kitakan baru, setidaknya jika tidak banyak teman jangan cari musuh juga." Dalam pikirku kala itu.

Namun segera kutepis pikiranku itu, karena aku segera menyadari bahwa tidak semua orang dapat mudah bersosialisasi sama sepertiku, tidak semua orang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, dan satu yang paling penting, tidak semua orang yang mempunyai muka tebal sepertiku haha.

Aku sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena apa? Nikmat yang Dia berikan tidak ada habisnya. Salah satunya adalah rasa percaya diriku.

Terima kasih Tuhan, karena telah menguatkan mentalku. Karena yang aku tahu, biasanya, orang yang memiliki kekurangan fisik cenderung akan minder pada lingkungannya.

Lihat selengkapnya