Kuliahku di tahun kedua ini jujur aku kaget lagi sih. Bagaimana tidak? Disaat aku kehilangan teman - teman yang sangat dekat denganku.
Aku juga kehilangan temanku dari Malaysia yang sangat baik itu. Yang rela menyempatkan waktunya hanya untuk mengajari bahasa Arab.
Kini dia sudah berada di negaranya, Malaysia. Dan sedang menempuh pendidikannya di salah satu univ ternama di Malaysia. Jujur, aku sangat kehilangan sosok teman seperti dia, yang menurutku langka aja gitu.
Pinter, cerdas, baik, tapi juga jujur dengan diri sendiri. Dia tegas, dan dia jelas gitu loh, kalau suka ya suka, kalau gak suka ya gak suka. Kan ada tuh orang baik yang tidak jujur dengan dirinya sendiri. Ya karena dia terlalu baik.
Intinya di tahun itu aku banyak kehilangan teman yang memang sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri.
Namun memang Allah itu sangat baik yah, ketika teman - teman yang berhargaku itu pergi untuk mengejar kebahagiannya sendiri.
Setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Kemudian ada pertemuan lagi, dan berpisah lagi. Begitu teruslah siklusnya.
Tuhan mengenalkan aku dengan sosok senior yang tak kalah baiknya. Bahkan, aku gak tahu lagi cara balas budinya kaya gimana sama dia. 'bukankah kamu tadi mengatakan bahwa tidak memiliki senior?'
Ya, aku memang hanya sendiri di kampus putri reguler. Senior pun tak ada, apalagi adek tingkat.
Tapi jika di kampus putra, ada meski tidak banyak juga. Ya, betul. Kampus yang membuat aku tertarik untuk mendaftar kuliah disini, dan kampus itu pulalah yang berhasil membuatku patah hati, karena ternyata aku tidak berkuliah disana, karena memang itu area kampus putra.
Sebut saja namanya Anas, jujur, aku juga lupa kapan pertama kali aku kenal dengan ustadz Anas, dan karena apa juga aku bisa akrab sama dia ya? Aku lupa. Tapi Anas adalah salah satu orang yang berkontribusi besar dalam kuliahku, bahkan sampai aku wisuda.
Anas seringkali membantuku dalam mengerjakan tugas - tugas kuliah, khususnya yang berbahasa Arab. Ini jangan di tiru ya teman - teman, memang perbuatan yang tidak baik. Maafkan aku akan masa lalu yang nakal itu.
Aku sering meminta bantuan untuk mengerjakan tugas - tugasku yang berbahasa Arab, apalagi jika saat di minggu - minggu UTS atau UAS. Kan memang seminggu itu kita ujiankan?
Ada tipikal dosen yang tidak mengadakan ujian tulis, namun ujian lisan. Ada yang hanya menyerahkan tugas saja, atau bahkan ada yang sudah harus ngumpulin tugas, ujian pula. Jika yang sedang atau sudah lulus kuliah pasti tahu maksudku.
Saat itu kebetulan dia bertanya padaku, gimana kuliahnya? Udah siap belum ujian? Aku jawab seadanya. Bahwa aku ada tugas yang belum selesai, tapi aku juga belum belajar, karena memang berbahasa Arab. Jadi aku harus belajarnya ekstra.
Tanpa di duga, Anas menawarkan diri untuk mengerjakan tugas aku dong, yang berbahasa Arab, hehe. Ya kan, itu rezeki kan ya? Masa iya aku tolak kan? Gak mungkin aku sia - siain dong, haha.
Jadilah, dari sana awalnya, sebagian tugasku yang mengerjakan adalah Anas. Kalau kamu baca ini, makasih banyak loh Anas. Meski lama - lama aku keterusan haha. Aku bahkan pernah di tahap bilang gini ke Anas, melalui media sosial, aku bilang,
"Tadz, ana punya tugas lima makalah nih, bagi dua yuk! Tiga makalah antum yang buat karena bahasa Arab, dan ana ngerjain sisanya karena dua itu boleh pake bahasa Inggris kata dosennya." Kataku tak tahu diri.
"Kan ente yang kuliah, ana udah lulus ngapain repot elah." Jawab Anas.
"Yaa bantulah, adek semata wayang ini di kampus reguler putri." Aku mengeluarkan jurus andalanku. Dan benar saja, akhirnya Anas membatuku mengerjakan tugas - tugas itu.
Menurut kamu dia sudah baik banget kan? Mau bantuin ngerjain tugasku dengan cuma cuma? Tunggu dulu, ada yang bahkan aku gak bisa lupa sama kejadian ini.
Dimana, saat itu aku tidak meminta untuk dibuatkan tugas oleh dirinya karena aku mulai berfikir, jika aku di bantu mulu kapan aku bisanya? Kapan aku pinternya? Iya kan?
Waktu kapan ya? Lupa aku tepatnya semester berapa. Tapi sampai jam sebelas malam aku masih di kampus karena mengerjakan tugas.