Dark Side

Intan Nur Syaefullah
Chapter #17

Mati Rasa

Saat semester lima juga, ada dosenku yang menurutku sangat baik. Aku mengatakan beliau baik bukan berarti dosen - dosenku yang lainnya tidak baik.

Jujur, dosen - dosenku baik - baik semua. Ini fakta ya, bukan perez ya, aku jujur. Tapi ada satu dosen yang mana, saat pertama kali lihat beliau itu, aku langsung bilang dalam hati.

"Kayaknya yang jadi anak bimbingannya beliau enak banget. Keliatannya baik banget soalnya."

Iya aku tahu itu baru pertemuan pertama kuliah dengan beliau. Tapi gak tahu kenapa, kaya aku udah yakin aja gitu kalau beliau itu baik, baik banget.

First impression aku kepada beliau juga takjub banget, masyaallah. Karena saat mengajar, aku melihat beliau berusaha tidak melihat kepada para mahasiswinya, melainkan melihat ke arah lain saat memberikan pelajaran.

Dalam otakku, "Masyaallah banget ya, beliau menjaga pandangan banget."

Selama pelajaran itu, malah aku yang intens melihat beliau. Bukan karena apa ya, aku sedang memastikan saja. Selama mengajar itu, pernahkah mata beliau ke arah mahasiswinya?

Tapi bukan berarti aku tidak memperhatikan apa yang beliau jelaskan ya, aku denger kok. Penjelasan beliau cukup jelas, sehingga aku dapat dengan cepat memahami maksud beliau.

Memang sesekali beliau melirik ke arah kita yang sedang menyimak beliau. Dan kau tahu? Hanya bertahan tiga detik! Kok aku bisa tahu? Ya iyalah orang aku menghitung dalam hati, haha.

Apakah semua lelaki di pesantren ini seperti itu? Kalau dari kalangan dosen mungkin aku bisa jawab iya. Karena beliau - beliau sudah punya bidadarinya masing - masing.

Kalau berbicara tentang mahasiswanya, aku tidak tahu ya. Karena kampus kita beda kota, dan aku juga hanya mengenal Anas saat itu. Itupun Anas sudah mau balik ke rumahnya, karena masa pengabdiannya sudah selesai.

Oh iya, nama dosen yang aku kagumi itu ustadz Ulwan. Sejak saat itu, setiap selesai sholat, nama yang kusebut dalam doaku bertambah satu. Setelah aku mendoakan orang tua, dan keluargaku, aku menyebutkan nama beliau.

Ya, aku menyebut nama ustadz Ulwan dalam setiap doaku. Setiap hari aku tak pernah absen dalam mengirimi beliau Al Fatihah. Tujuannya adalah untuk membujuk Allah SWT agar ustadz Ulwan menjadi dosen pembimbingku saat skripsi.

Kenapa harus ustadz Ulwan? Kenapa gak yang lain? Nah, aku sendiri gak tahu lohh... Ya rasanya, saat pertama kali masuk kelas beliau tuh langsung bilang 'fix! Aku harus jadi salah satu bimbingan skripsinya beliau."

Lihat selengkapnya