Dark Side

Intan Nur Syaefullah
Chapter #22

Bimbingan Gabungan

Aku juga mengalami kejadian yang sangat memalukan saat bimbingan skripsi. Waktu itu kebetulan aku bimbingan skripsi di kampus putra.

Kok boleh ke kampus putra? Ya, jika ada alasan yang kuat. Dan jangan dikira untuk kesana itu mudah. Izinnya bikin ngelus dada. Sebelumnya aku pernah bilangkan? Bahwa aku malas dengan staff pengasuhan?

Ya salah satunya ini, sangat mempersulit, padahal aku hanya ingin bimbingan skripsi. Ya aku tahu, mereka seperti itu untuk menjaga kita juga agar tidak melakukan pelanggaran, dan ini juga karena banyaknya mahasiswi yang melakukan pelanggaran, jadi semuanya dipersulit, dzalim sih sumpah.

Ini salah satu dampak kita tidak benar - benar melakukan amal ma'ruf nahi munkar. Jadi bagi orang - orang yang memang benar - benar butuh keluar itu sulitnya minta ampun.

Coba kalau kita mengingatkan agar tidak melakukan pelanggaran, mungkin tidak akan sesulit ini.

Jujur, hal ini yang membuat aku malas untuk bimbingan skripsi ke kampus putra. Tapi mau bagaimana? Ini juga kebutuhanku. Tapi sumpah deh, staff pengasuhan waktu aku semester tujuh dan delapan itu asli kelewatan.

Sampai kata kepala direktorat kepesantrenan saja mengatakan "Staff pengasuhan sekarang itu sudah kelewatan." Itu kata ustadz pimpinannya sendiri yah, bukan kata aku loh, catet. Dan itu sudah bukan rahasia lagi loh dikalangan mahasiswi.

Padahal ya, aku bahkan sudah mendapatkan tanda tangan kepala direktorat kepesantrenan disurat izinku loh, tandanya beliau mengizinkan aku untuk melakukan bimbingan di kampus putra. Tapi staff pengasuhan itu tetap menanyaiku yang menurutku tidak penting.

Aku sedikit keberatan sih sebenarnya di perlakukan seperti itu. Selama aku menjadi mahasiswi di kampus ini aku bahkan tidak pernah melakukan pelanggaran berat seperti kabur, pacaran atau yang pelanggaran lainnya.

Dan aku bahkan belum pernah sama sekali izin untuk bimbingan ke kampus putra. Tapi masih di persulit? Please deh.... Kalau tidak untuk bimbingan skripsi, aku malas ke kampus putra.

Cape iya, ongkosnya juga mahal karena pake mobil pondok. Ya mending tidur di kamar deh, apalagi mengingat kondisi kaki kiriku yang cedera.

Emang dikira enak apa, melakukan perjalanan jauh dengan keadaan seperti itu? Aku tahu mereka tidak akan mengerti. Karena mereka tidak merasakan apa yang aku rasakan. Tapi, ayolah... Ah elah.

Malah ngira aku pura - pura sakit dan segala macamnya? Hey.... Aku itukan sudah memperlihatkan hasil CT scan kepalaku dan rontgen kaki kiriku?

Ini juga nih banyak kasusnya, hei kalian para mahasiswi jangan pura - pura sakit ya, jadi yang benar - benar sakit tidak dapat cepat mendapatkan pengobatan karena sibuk di su'udzan-nin mulu.

Sampai pernah aku sudah dalam tahap bilang gini, "apa harus nunggu sekarat dulu ya?" Karena saking kesalnya.

Aku tahu hal itu memang tidak baik, tapi saat itu temanku benar - benar sedang butuh ke rumah sakit secepatnya.

Itulah mengapa aku di bab sebelumnya, menyarankan agar staff pengasuhan sebaiknya belajar sedikit ilmu psikologi setidaknya bisa berguna untuk mengurangi tingkat su'udzan karena bisa membaca karakter dan bahasa tubuh orang.

Intinya tidak mudah berprasangka buruk dan menuduh orang. Waspada memang harus, tapi ingat, waspada yang berlebihan itulah titik lengah kita. Bukankah Islam mengajarkan tidak boleh berlebihan?

Akhirnya setelah melalui banyak drama, aku bisa berangkat ke kampus Putra untuk bimbingan juga. Dan aku segera menghubungi ustadz Ulwan sekedar memberi kabar bahwa aku sudah dalam perjalanan.

Ustadz Ulwan memberitahuku nanti tempat bimbingannya itu di kantor pengasuhan, dan beliau memerintahkan aku nanti jika sudah sampai bisa langsung kesana. Apa? Kantor pengasuhan lagi?

Ya, kamu tidak salah baca, memang benar kantor pengasuhan. Aku bahkan baru mengetahui bahwa ustadz Ulwan adalah salah satu musyrif (pembimbing) staff pengasuhan kampus putra.

Padahal pengasuhan adalah tempat yang paling aku hindari di pesantren. Bukan kali ini saja, bahkan saat aku SMP dan SMA pun, pengasuhan adalah tempat yang paling aku hindari.

Dan sekarang aku bimbingan skripsi di kantor pengasuhan, dan dapat pembimbing ustadz pengasuhan? Plot twist sekali.

Dalam perjalanan, aku sempat menghubungi salah satu juniorku, satu fakultas memang, tapi beda jurusan. Jika aku jurusan aqidah filsafat Islam, dia jurusan ilmu Al-Qur'an dan tafsir atau biasa disingkat iqt.

Jika kamu bertanya kenal dimana? Aku dan dia ternyata satu komunitas diskusi di telegram. Karena tahu kita satu kampus maka dia yang menghubungiku lebih dulu, karena mengira aku satu angkatan dengannya. Tapi ternyata aku adalah seniornya. Amar namanya.

Aku menghubungi Amar untuk bertanya kantor pengasuhan itu letaknya berada dimana. Mengingat aku baru pertama bimbingan skripsi di kampus putra, begitu pun teman yang mengantarku pun baru pertama kali kesini karena prodi dia farmasi. Memang, prodi farmasi hanya ada di kampus putri.

Dan Amarpun memberitahukan letak persisnya, bahkan sampai membuatkan denahnya, niat amat ya? Haha.

"Pengasuhan itu di gedung Utsman, kan disamping gedung terpadu itu ada gedung - gedung berjejer, cari aja yang namanya Utsman bin Affan." Kata Amar memberitahu.

"Oke, thanks."

Pasti kamu bertanya - tanya, bukankah di kampus putri tidak di izinkan untuk membawa hp? Memang, tapi jika ada keperluan tertentu, seperti bimbingan ke kampus putra itu diizinkan guna untuk mempermudah mengabari dosen jika kita sudah tiba di tempat.

Setibanya disana, aku dan Elina segera menuju tempat yang bimbingan yang dimaksud, sempat kebingungan juga aku dan El mencari gedung yang dimaksud. Tapi setelah terus mencari, akhirnya ketemu juga.

Lihat selengkapnya