Dark Side

Intan Nur Syaefullah
Chapter #31

Ustadz Tengil 2

Sebelum hari - H wisuda, sebelumnya ada sesi foto bersama seluruh calon wisudawati dengan seluruh dosen dan pimpinan. Di kampus putri, perfotoan dilakukan di dua kampus.

Yang mana, kampus putri itu sendiri yang merupakan kampus cabang. Dan di kampus putra yang merupakan kampus pusat.

Hari pertama sesi perfotoan, aku sedikit syok karena melihat meja dan kursi yang di susun menjulang ke atas. Yang awalnya aku kira, ada alat khusus yang memang digunakan untuk sesi perfotoan.

Apa gak gemeteran yang nanti paling atas?

Aku menelan saliva melihat meja dan kursi yang menjulang itu membentuk tingkat lima. Ya, masalahnya kita juga pake high heels.

Jadi buat orang yang tak terbiasa sepertiku ini bisa membuat over thinking.

Apa gak nyungsep nanti yang paling atas?

Ketakutanku bertambah saat mendapatkan fakta bahwa aku ditempatkan di tingkat 3.

Are you kidding me? Itu sudah cukup tinggi menurutku.

Beruntungnya ada temanku yang memang sudah beberapa bulan yang lalu menikah dan sekarang sedang hamil muda.

Temanku itu meminta izin untuk ditempatkan ditingkat pertama saja, sehingga tak perlu untuk naik kursi dan meja yang ditumpuk itu.

Akhirnya aku menempel dengan temanku yang sedang mengandung itu. Cara itu cukup ampuh untuk aku tidak jadi di tingkat 3.

Huufff..... Syukurlah!

Tapi lama - lama temanku yang sedang hamil muda itu mulai merasa kelelahan. Wajahnya saja sampai pucat begitu. Sedangkan hanya untuk foto bersama saja membutuhkan waktu berjam - jam.

Sambil menunggu semuanya siap, aku mengajaknya untuk duduk sejenak. Aku takut terjadi apa - apa jika dia sampai kelelahan seperti itu, mengingat usia kandungannya baru berusia 5 minggu.

Aku menawarinya minum, tapi ternyata dia sudah membawanya. Jujur, saat itu aku bingung harus melakukan apa terhadap orang yang sedang hamil muda. Aku hanya berharap semua ini akan selesai dengan cepat.

Sebenarnya, yang membuatnya lama bukanlah sesi perfotoannya. Namun gladi perfotoannya, jika sesi perfotoannya sepuluh menit juga sudah beres.

Tapi gladinya itu loh, yang memang merapikan para mahasiswi dan menempatkannya di tempatnya masing - masing. Sehingga, esok hari saat seluruh dosen hadir bisa langsung ambil posisi tanpa menunggu lama.

Keesokan harinya, benar saja, disaat para dosen telah hadir, para mahasiswi sudah berada di tempatnya masing - masing. Telah siap untuk sesi foto lengkap dengan memakai toga dan high heelsnya.

Setelah selesai sesi foto bersama, prodi lain melakukan sesi foto bersama dengan teman satu prodinya. Sedangkan aku? Gak usah ditanya.

Karena aku sendiri mahasiswi AFI disana, maka akulah yang sering dimintai untuk mengambil foto prodi lain.

Aku sudah tau nasibku kok, tenang.

Dari kejauhan, aku melihat ustadz Naqib dari kejauhan sedang berfoto bersama beberapa mahasiswi.

Aku mulai mendekati beliau, meminta izin apakah boleh berfoto berdua dengan beliau. Karena sejauh yang aku lihat, dari tadi orang - orang berfoto dengan beliau ya bareng prodinya.

Nah, aku kan cuma sendiri jadi gapapa kali ya? Pede aja. Perlahan aku mendekati ustadz Naqib. Namun tanpa disangka - sangka ustadz Naqib sudah mengenaliku dari kejauhan.

Aku langsung dipanggil oleh ustadz Naqib, dan aku segera menghampiri beliau. Aku melihat beberapa temanku yang sudah bersiap berfoto dengan ustadz Naqib perlahan menyingkir.

Maaf, aku tidak bermaksud untuk menyerobot antrian.

"Masyallah Syahila, Mabruk ya. Sini foto sama saya. Saya sudah cari kamu kemana - mana." Ajak ustadz Naqib.

Ah! Benarkah itu? Jika benar begitu aku senang sekali.

Akupun berfoto dengan ustadz Naqib, setelah itu aku meminta izin untuk membuat video bersama beliau untuk kenang - kenangan.

"Astafikum ustadz, boleh ana bikin video berdua dengan antum?" Tanyaku takut - takut.

"Ayo yok bikin." Jawab ustadz Naqib langsung.

Lihat selengkapnya