"Juni turun, cepet bantu adik kamu!" Umurnya masih enam tahun, namanya Julia, adik perempuan Juni. Pagi-pagi hari selalu saja Juni disibukkan oleh masalah rumah. "Ya, Bu!" Gadis yang sudah selesai mengepang rambutnya menjadi dua bagian itu, berjalan tergesa memakai kacamata minus, dan turun ke bawah menghampiri sang adik. Juni Astina, anak perempuan pertama dari pernikahan Nada dan Haris. Kehidupan keluarga mereka begitu sederhana, amat sederhana hingga Juni harus merasakan kesederhanaan sampai tidak mengenal kata kemewahan. Ibunya bekerja sebagai jasa katering kue rumahan, sedangkan ayahnya bekerja menjadi pegawai di kota.
Juni mengikat rambut Julia setelah gadis itu selesai memakaikan adiknya seragam sekolah dasar. Mulut Julia dipenuhi remahan kue kering, yang ia ambil dari kegagalan bentuk buatan Nada. Juni membersihkan bibir Julia yang kotor, lalu membantu sang ibu membungkus pesanan.
Setiap hari, bertahun-tahun lamanya, seumur hidup Juni, gadis itu tak pernah bisa merasakan kesantaian yang sungguh-sungguh santai, maksudnya, lihatlah gadis itu, ia harus pintar menjaga nilai di bidang akademik, agar bisa masuk perguruan tinggi negeri dan tak merepotkan ibunya, selalu mengunjungi perpustakaan, harus senang membaca buku, sering menulis catatan kecil juga membantu Nada bila pesanan kue melonjak naik. Juni tidak terlahir dari keluarga kaya-raya. Ia diwajibkan membantu sana-sini, harus cekatan, telaten dan teliti. Maka ia pun tumbuh menjadi gadis mandiri.
Tak ada yang bisa dibanggakan dari Juni Astina selain kepintarannya. Wajahnya amat jauh dari definisi kata bersinar dan cantik. Wajahnya kusam, pori-porinya besar, serta banyaknya komedo yang berkeliaran, terutama di bagian hidung. Kulit gadis itu pun tidak putih melainkan lebih ke arah coklat, irisnya hitam, rambutnya hitam dengan tinggi badan minimalis. Padahal, diam-diam, setiap malam menjelang tidur Juni melakukan perawatan kecantikan, meski harganya agak mahal, Juni tentu tidak ingin dilabeli berwajah buruk oleh orang-orang. Tetapi, apa mau dikata, wajah gadis itu bahkan tak mengalami perubahan seperti bayangan.
Hidup Juni dipenuhi sindiran dan tatapan merendahkan. Mereka seolah menilai penampilan Juni di bawah minus, hingga memperlakukan Juni lebih berbeda, dibanding memperlakukan perempuan cantik lain yang enak dipandang. Memangnya hal itu tidak menimbulkan rasa sesak? Juni tak pernah meminta dilahirkan bersama wajah tak mengenakkan, lalu mengapa semua orang seolah mencemoh penampilan dengan menyalahkan dirinya?
Dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, Juni tak mempunyai teman sejati, ia seringkali dimanfaatkan kecerdasannya, pendapat gadis itu bahkan belum tentu dihargai, dan tak pernah diberikan perhatian seperti orang-orang populer kebanyakan. Juni adalah perempuan, apakah salah bila ia ingin diperlakukan layaknya benar-benar perempuan? Juni masih mengingat jelas bagaimana teman sekelas gadis itu, memperlakukan seorang yang cantik dengan lebih spesial. Juni juga ingin diperlakukan sama spesialnya, apakah itu termasuk dosa besar?
Sejujurnya, Juni memiliki banyak keirian di dalam hati, tak merasa puas bila hanya diperlakukan biasa-biasa saja. Ia ingin diperhatikan lebih, ingin dipandang berbeda, juga ingin dipuji secara berlebihan. Maka ketika ada seseorang memberikan segala hal yang dibutuhkan Juni, termasuk betapa bagusnya penampilan lelaki itu, Juni melakukan segalanya.
Pujian, menjadi perbincangan, dan diperlakukan lebih spesial karena orang-orang memandangnya hebat telah menaklukan hati Riki Irwana. Bukankah hal itu menyenangkan? Ahh, yah, namanya Riki Irwana, kakak kelas dua belas IPS tiga. Ia populer, wajahnya dikategorikan amat tampan, ia tinggi, rambutnya hitam, kulitnya putih, dan sifatnya yang supel. Riki juga ahli dalam bidang olahraga apa pun.
Awal mereka bertemu ialah ketika Riki menyadari betapa cerdasnya Juni Astina menyandang ranking pertama dari semua kelas, mereka saling menatap, lalu Riki meminta bantuan Juni untuk menolongnya diselingi pujian kecil. "Hai." Adalah kata pertama yang diucapkan Riki untuknya. Juni menoleh, hanya dengan pandangan pertama menatap dua iris itu, Juni sudah membeku bergeming. "Nama lo Juni Astina 'kan, Juni yang tahun lalu dapet ranking satu pararel?" Ya, katakan Juni kehilangan kewarasannya, karena kenyatannya, semenjak hari itu, Juni memberikan semuanya demi Riki Irwana.
Orang-orang mengatakan bahwa, kebohongan merupakan, salah satu perbuatan buruk yang tidak bisa diterima akal sehat meski hal yang dikatakan itu menyenangkan sekalipun. Namun, berbeda dengan Juni yang bisa menoleransi kebohongan itu sendiri. Selama hal yang dikatakan, bisa membuat rongga dadanya menghangat sesaat, Juni tidak mempermasalahkan. Juni akan melakukan apa saja. Ya, Juni akan melakukan apa saja, membiarkan dirinya dimanfaatkan demi kepopuleran, orang-orang berubah memandangnya lebih berbeda. Juni bisa merasakan seperti apa rasanya dicintai. Meski memang hanyalah kebohongan, sekali lagi Juni tidak mempermasalahkannya.
Awalnya memang begitu. Juni berpikir sesederhana itu. Namun, pandangannya seolah mengabur setelah ia mendengar ungkapan Fiora padanya. Meski terasa samar, Juni merasa dipedulikan. Bagaimana bisa, Fiora amat terlihat setulus itu?