Darkpunzel

Art Fadilah
Chapter #17

17. Juni Astina (3)

Bulan yang awalnya berdiri kokoh di sana perlahan menghilang, memberi kesan langit tanpa hiasan, karena ketidakadaan bintang-bintang. Awan putih menggelap, suasana malam terasa dipenuhi kesenduan. Sehabis Juni menelfon, gadis berkulit pucat bernetra coklat itu, menghentikan taksi dengan sekantung bungkusan makanan. Fiora berniat menghampiri kediaman Juni di kota, tempat di mana Riki Irwana tinggal, sesuai dengan alamat yang ditunjukkan Juni agar Fiora mendatanginya.

Fiora menggigiti kuku, memandang luar jendela dari balik kursi penumpang. Pikiran negatif menghantui pikiran, hingga Fiora sama sekali tak bisa merasa tenang, sadar bahwa alamat yang gadis itu datangi, bukan alamat Juni sebenarnya di Desa Jangkar.

Sesampainya di sana, Fiora harus menaiki beberapa tangga kemudian menuju apartemen di lantai atas. Jantung Fiora berdegup, ia mulai membuka pintu memasukkan kata sandi, kemudian menatap Juni yang sedang berdiri menunggu kedatangannya. Pintu tertutup secara otomatis.

Fiora tak menutupi keterkejutannya, penampilan Juni yang kini tertangkap di netra coklat Fiora, benar-benar berbeda, wajah gadis itu terawat halus dan bersih, rambut lurus-bergelombangnya dibiarkan tergerai sapanjang punggung, tidak lagi mengenakan kacamata digantikan iris dilapisi lensa kontak hitam, hal itu menambah kesan feminim pada penampilan Juni yang biasanya tak secantik ini. Napas Fiora tersengal, menyorot bingung. Keadaan apa yang sudah menimpa seorang Juni Astina sampai merubah gadis itu sedemikian intensnya?

Juni menorehkan senyum lebar memperlihatkan deretan gigi rapih. "Fi akhirnya kamu dateng, aku bener-bener bersyukur kamu mau dateng ke sini." Dia berujar, terlihat agak memaksa, namun, tergambar kelegaan di sana. Juni mendekati Fiora, menggenggam kedua telapak tangan Fiora yang hangat. "Fi, kenapa panjang rambut kamu jadi setengah punggung gini?" Nada si gadis terdengar khawatir tanpa dibuat. Fiora menggeleng sembari tersenyum. "Nggak papa," balas Fiora seadanya.

Juni mengerutkan kening. "Kamu yakin?" tanyannya yang diangguki Fiora ringan. Juni meremas jemari Fiora bergetar, dua alisnya menyatu penuh harap meminta persetujuan. "Fiora, aku percaya kamu satu-satunya yang nggak akan ngejek dan ninggalin aku. Kamu mau 'kan bantu aku. Kamu bilang kamu temen aku, 'kan? T-tolong bantu aku buat kali ini aja!" Tersirat nada pemohonan di sana.

Fiora mengangguk tanpa berpikir, ia memang akan membantu Juni, tidak perlu dimintai, atau disinggung mengenai kesungguhan pertemanan mereka. Fiora berujar cepat. "Aku pasti bantu kamu, aku janji." Fiora membalas genggaman Juni sama kuatnya, dirinya bersyukur Juni baik-baik saja sekarang, Fiora berharap apa yang dikatakan Riki ketika itu tidaklah benar.

Juni tersenyum lebar mendengar penuturan Fiora yang tulus. "Bantu aku cari Kak Riki ya, aku mohon...."

Fiora membulatkan mata, senyumnya memudar. "Kakak kelas itu lagi, kamu ngapain cari dia, Jun!" Notasi Fiora meninggi. "Kamu juga ngapain ada di kamar ini, penampilan kamu tiba-tiba berubah drastis, kamu nggak pernah masuk kelas selama sebulan-nan, dan sekarang kamu minta aku bantu cari kakak kelas nggak jelas itu?!"

Juni menyela, hidungnya kembang-kempis meminta waktu berbicara. "Fi dengerin aku!"

Fiora melepas genggaman Juni kasar, dadanya naik turun penuh amarah. Fiora berteriak serak, "Dengerin apa, dengerin kalau kamu cinta mati sama kakak kelas itu?! Aku udah khawatir sama kamu, aku nggak bisa berkata-kata pas ngeliat kamu berubah sampe kayak gini, sekarang kamu minta aku cari Riki brengsek itu!" Kedua mata Fiora memanas. "Aku bener-bener nggak bohong bilang khawatir sama kamu, makanya---"

Juni sesegukkan, ia memekik kalut, notasinya kacau memotong pembicaraan Fiora buru-buru. "Aku hamil!" Suasana berubah menjadi hening, iris Fiora membola, ia tersentak tanpa bisa mengeluarkan suara membalas pengakuan Juni tiba-tiba. Juni merosot, menangis tersedu. Jika diperhatikan secara jelas, dari awal kedua mata Juni membengkak besar, dipenuhi lingkaran hitam tertutupi bedak. Fiora menahan napas. Isakkan kecil lolos dari bibir Juni memenuhi ruangan, ia berlutut menutupi wajah berantakannya. "U-usia kandungannya sa... satu minggu... aku...." Juni menelan saliva gelisah. "Ini... anak dari Kak Riki...."

Lihat selengkapnya