Rumah Sakit Harapan berada di kota, dekat persimpangan jalan, dan beberapa toko makanan di lantai bawah. Setelah selesainya proses pendonoran darah, yang diberikan Damar Birawa demi anak semata wayangnya, Manda mengecupi jari-jemari pucat-dingin Bella dengan penuh kasih sayangnya dalam-dalam. Berbeda dengan Damar, kepala keluarga itu berdiri mengecupi puncak rambut sang istri berkali-kali. Setelah kejadian ini, Damar berjanji, tidak akan lagi membuat keluarganya pecah berantakan, yang mengakibatkan kerusakan mental pada Sagita Bella. Damar beralih mengecupi kening sang anak.
Manda menangis sesegukkan. Ia berujar parau sembari menciumi luka-luka goresan mengering di pergelangan Bella penuh kesesakkan. "Kalau kamu bangun, Mama janji, Mama akan bikin kenangan indah buat keluarga kita. Mama bakalan berusaha buat ngelupain kesalahan Papa kamu, dan, nggak mentingin pekerjaan Mama lagi. Mama sama Papa bisa kembali kayak dulu lagi, Bella. Makanya---" Tangis Manda pecah diliputi perasaan bersalah bercampur aduk. "Makanya kamu harus bangun, ya. Kayak dulu, lagi." Karena, dari dulu, seharusnya Manda dan Damar sadar, bahwa, Bella sama seperti anak lain kebanyakan. Mentalnya tidak sekuat yang mereka pikirkan.
Di ruangan lain, di kamar bertuliskan angka empat puluh enam, di rumah sakit yang sama. Juni mulai membuka kelopak mata, angin berhembus meniup helaian rambut miliknya yang berwarna hitam pekat. Dalam hitungan detik, Juni segera mendapatkan pelukan hangat yang diberikan Nada padanya. Bahu Juni basah dengan air mata berjumlah banyak, yang diberikan Nada oleh tangisannya. Ibu dari dua anak itu berujar rendah penuh sesal. "Gimana mungkin kamu nutupin semuanya sama Ibu, sama Ayah juga, Ibu nggak bisa marah, Juni. Semuanya udah terjadi gitu aja. Ibu emang kecewa, kecewa banget. Tapi, ngeliat kamu sampe ngegugurin kandungan dan ngebahayain nyawa kamu sendiri, Ibu bener-bener ngerasa gagal."
Mendengar hal tersebut, Juni membalas pelukan ibunya sama erat, tangisan mulai berderai jatuh membasahi pipi, tiada berhenti. "Bayi itu udah diangkat dari rahim kamu, kamu udah ngejalanin berberapa operasi termasuk operasi pengangkatan bayi yang udah meninggal di dalam perut kamu. Sekarang, tolong jangan lagi, ngerendahin harga diri kamu cuma demi laki-laki nggak tahu diri yang udah ninggalin kamu gitu aja. Kamu berharga, bener-bener anak Ibu yang paling berharga." Juni menangis tersedu.
Nada melanjutkan. "Sehabis dari pengobatan kamu setelah ini, kita bakalan pindah dari tempat yang lama, sekolah yang lama, dan temen-temen yang lama. Ibu, Ayah, Julia, sama kamu. Kita bahagia lagi, ya, di tempat yang baru." Juni mengangguk, ia terisak sesegukkan. Haris yang juga berada di sana, sembari menggendong Julia membelai puncak rambut Juni penuh kelembutan. Juni sungguh tidak bisa menahan isak haru yang terjadi dalam hidupnya.