Di kota XX.
“Pak.”
Ali memanggil ketika melihat Damar yang biasanya memasang wajah mengantuk karena kurang tidur akibat terlalu fokus dengan penyelidikannya, kini memasang wajah tertekan lesu seolah tak adfa semangat hidup. Ali sadar kasus Renata yang berakhir dengan kematian Renata di rumah sakit jiwa cukup membuat Damar tertekan. Ali tahu Damar berharap Renata sembuh dan beberapa kali meluangkan waktunya untuk mengunjungi Renata di rumah sakit jiwa. Tapi yang tak semua orang duga adalah Renata pada akhirnya tak bisa melepaskan bayangan Guntur dalam benaknya dan mati mengikuti Guntur.
“Ehm?” Damar menjawab dengan nada malasnya.
“Bapak kelihatan nggak semangat.” Ali menjawab.
Huft!! Damar menghela napas panjang, bangkit dari duduknya dan mengambil jaketnya.
“Bapak mau ke mana?”
“Cari udara segar.”
Ali membiarkan Damar keluar dari ruangannya tanpa bertanya lebih banyak lagi. Ali mengambil hp dari sakunya dan kemudian menghubungi Yayok-teman Damar yang berada di bagian forensik karena merasa terlalu khawatir dengan Damar-atasannya. Ini pertama kalinya Ali melihat Damar begitu terpukul oleh suatu kasus yang bahkan bisa dikatakan berhasil dipecahkan.
“Ada apa?” Yayok menjawab panggilan Ali.
“Begini Pak, Pak Damar … “ Ali ingin menjelaskan keadaan Damar yang cukup berantakan, tapi tidak tahu harus mulai dari mana untuk menjelaskan.
“Apa ini karena kasus Renata?” Yayok menebak dengan benar alasan yang ingin dikatakan Ali.
“Y-ya, Pak.”
“Di mana Damar?? Kebetulan aku sedang senggang, aku akan bicara dengannya.”
“Di luar, mungkin sedang merokok, Pak.”
“Ya sudah.”
Panggilan Ali dengan Yayok-teman Damar terputus dan Ali hanya berharap Yayok bisa membantu Damar-atasannya yang kini keadaannya sedang memburuk.
Huft!! Damar menghela napas panjang sembari duduk bersandar di kursi panjang di ruang merokok di samping gedung kantornya.
“Yo!” Yayok menyapa dan membuat Damar terkejut dengan kemunculan Yayok di tempat yang tak terduga. Tanpa pikir panjang Yayok langsung duduk tak jauh dari Damar duduk.
“Kenapa ke sini?? Bukannya kamu nggak merokok??” Damar bertanya dengan melirik aneh ke arah Yayok.
“Anak buahmu sedang khawatir denganmu. Jadi dia mengirimku kemari.”
“Siapa? Ali??” Damar bertanya dengan mengerutkan alisnya.