Darling, bisa aku bedah kepalamu?

mahes.varaa
Chapter #7

BAB 7

Setelah sarapan pagi dengan menu makanan laut sup ikan, Aksa meminjam sepeda pedal dari penginapan. Kebetulan Okta-pemilik penginapan memiliki beberapa sepeda pedal yang biasa disewakannya pada pengunjung penginapannya. Agendenya pagi ini adalah mengunjungi makam Ririn-teman lama Aksa semasa kuliah yang telah meninggal sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Sembari mengayuh pedal dari sepedanya, Aksa mengingat bagaimana Ririn kehilangan nyawanya sepuluh tahun yang lalu dan membuat persahabatannya bersama dengan Aji dan Dewi berakhir.

 

Sepuluh tahun yang lalu.

“Apa yang terjadi?? Kenapa Ririn bisa meninggal tiba-tiba begitu saja??”

Pada liburan tahun lalu, Aji bersama dengan Aksa, Dewi dan Ririn membuat janji bahwa tahun depan akan datang lagi ke rumah Ririn. Akan tetapi Aksa ada keperluan yang membuatnya datang terlambat ke rumah Ririn. Sayangnya begitu tiba di rumah Ririn, Aksa melihat bendera putih hijau pertanda berduka.

Aksa masih harus terkejut untuk kedua kalinya ketika melihat nama dari alasan bendera berduka itu terpasang: Ririn.

“Aji!! Jelasin, kenapa Ririn tiba-tiba meninggal??” Aksa yang terkejut menarik Aji ke bagian belakang di rumah Ririn. Dewi yang melihat bagaimana Aksa terkejut melihat bendera kematian atas perginya Ririn, juga mengikuti ke belakang.

Aji dan Dewi menunduk bersedih.

“Ada apa dengan kalian?? Kenapa kalian diam?? Aku tanya kenapa Ririn bisa meninggal??” Aksa mendesak tak sabar.

“I-itu …” Aji berusaha untuk menjelaskan. “I-itu … kami nggak tahu pastinya gimana. Dari pihak kepolisian menduga jika Ririn jadi korban tabrak lari. Tubuhnya ditemukan di tengah jalan dengan bekas luka terlindas ban mobil.”

“Ririn ditabrak?? Kok bisa?? Pelakunya, pelakunya apa sudah ditangkap??” Aksa masih tidak bisa memahami apa yang terjadi.

“Malam itu penginapan dan rumah makan sangat ramai. Aku dan Aji sibuk membantu mengantarkan makanan pada pelanggan. Kebetulan ada beberapa bahan makanan yang habis, jadi Ririn mengajukan diri untuk pergi ke toko yang nggak jauh dari sini. Awalnya Aji menawarkan diri untuk mengantar Ririn, tapi Ririn menolak dan meminta Aji untuk membantu di rumah saja. Setelah satu jam pergi, kami merasa ada yang nggak beres. Kami berdua menyusul Ririn dan menemukannya sudah tergeletak di tengah jalan tak bernyawa.” Kali ini Dewi yang menjelaskan pada Aksa masih dengan wajahnya yang basah oleh air mata.

“Maaf, andai waktu itu aku tetap pergi bersamanya, mungkin Ririn tak akan meninggal dalam keadaan seperti itu, Aksa.” Aji yang biasanya terlihat kekanakan dan penuh canda tawa, kini menangis dengan wajah menyesal dan merasa bersalah.

 

Huft!! Aksa menghela napas panjang setelah setengah jam mengayuh sepeda pedalnya. Akhirnya sampai juga.  

Lihat selengkapnya