“Ma-makasih banyak.” Aksa bicara dengan nada sungkannya setelah Heksa dengan sengaja mentraktirnya makan siang di rumah makan langganannya sekaligus mengantarnya pulang ke penginapan.
“Bawa ini!“ Heksa memberikan bungkusan kecil pada Aksa sebelum Aksa masuk ke dalam penginapannya. Heksa memberi isyarat dengan menunjuk keningnya sendiri. “Pake itu buat bengkak di kepala Mas. Mas tentu nggak mau kening Mas itu berubah mirip kayak ikan louhan kan?”
Hehe. Ikan Louhan katanya. Aksa terkekeh menerima bungkusan yang diduganya sebagai obat bengkak untuk keningnya yang sudah mulai menonjol karena benturan tadi. “Se-sekali lagi makasih. Padahal ini bukan salah Mbak. Tadi sudah mentraktirku makan siang, mengantarku pulang ke penginapan dan sekarang membelikanku obat juga.”
“Nggak papa, Mas. Anggap saja sebagai ramah tamah sebagai penduduk di sini sama pendatang. Toh di sini … aku nggak punya banyak teman karena sudah lama pergi dari sini dan baru balik lagi.” Heksa menyelesaikan bicaranya, berjalan ke bagian belakang mobilnya dan menurunkan sepeda yang disewa oleh Aksa. “Ini sepedanya.”
Aku nyaris lupa sama sepedaku. Aksa terkekeh lagi melihat Heksa menurunkan sepeda yang hampir dilupakannya. “Ma-makasih. A-aku lupa kalo tadi aku bawa sepeda.”
“Besok mau ke mana??” Heksa tiba-tiba bertanya pada Aksa dan membuat Aksa menjatuhkan bungkusan obat dari Heksa.
Buk!
“Eh?? Maksudnya??” Aksa berusaha memahami situasinya saat ini. “Ke mana, maksudnya?”
“Loh bukannya Mas sedang liburan di sini?? Tadi aku denger dari pemilik rumah makan. Katanya Mas sedang liburan di sini.”
Aksa buru-buru menganggukkan kepalanya. “Ya, emang liburan. Tapi maksudnya ke mana apa yah?”
“Kalo mau jalan-jalan, besok aku temani. Gimana? Jangan naik sepeda pedal lagi. Aku antar naik mobilku gimana?”
“Eh??” Aksa kembali kaget mendengar tawaran Heksa padanya. Aksa benar-benar tidak bisa mengerti apa yang sedang dan ada di dalam benak Heksa sekarang ini. “Ke-kenapa mau nemenin? Kita kan baru kenal. Harusnya Mbak hati-hati sama orang asing! Kok malah gini??”
“Seperti kataku tadi meski aku bilang aku penduduk asli daerah ini, tapi sudah lima belas tahun aku pergi dari sini. Jadi karena kita berdua sama-sama pendatang, akan lebih baik jika kita bermain bersama. Gimana? Aku jemput besok pagi jam empat pagi, mau??” Heksa mengangkat tangannya menunjuk ke arah bukit kecil yang ada di sisi lain pantai. “Dari sana … kita bisa lihat matahari terbit yang bagus loh. Mau ikut??”
Aksa mengambil bungkusan obatnya yang jatuh sembari melihat Heksa yang tersenyum padanya. Tidak seperti tadi … senyuman Heksa kali ini tak berkesan menakutkan. Senyum Heksa kali ini terkesan polos seperti senyum anak-anak yang berharap memiliki teman.
“Be-beneran nggak papa?” Aksa bertanya memastikan dengan sedikit gugup.