Merasa ada yang tidak beres, Aksa tak lagi berselera untuk makan. Aksa tadinya ingin tetap duduk di rumah makan karena sudah janji dengan Heksa. Tapi Heksa tak kunjung datang, alhasil, Aksa membungkus makanannya dan bertanya kepada Ibu pemilik rumah makan di mana Heksa tinggal.
Betapa terkejutnya Aksa ketika mendengar di mana rumah Heksa tinggal.
“Ada penginapan yang sudah lama tutup karena anak perempuan mereka meninggal dalam kecelakaan. Heksa tinggal di sana. Rumah penginapan itu sebenarnya dulu adalah rumah milik keluarga Heksa. Hanya saja setelah apa yang terjadi lima belas tahun yang lalu, rumah itu dipinjamkan pada kerabat ibunya. Sayangnya … anak perempuan dari kerabat itu meninggal dalam kecelakaan tabrak lari sepuluh tahun yang lalu.”
Apa ini cuma kebetulan saja?? Heksa dan Ririn ternyata masih punya hubungan kekerabatan. Apa itu artinya Heksa menolongku waktu itu karena tahu bahwa aku mengunjungi makam Ririn?, batin Aksa.
Rumah Heksa tak jauh dari pantai, itulah yang diingat oleh Aksa ketika dulu berkunjung ke rumah Ririn. Sama seperti rumah penginapan lainnya, rumah di mana Heksa tinggal terdiri dari dua rumah di mana salah satunya adalah rumah utama dan lainnya adalah rumah yang digunakan untuk menginap.
Rumah ini … Setelah berjalan kaki sekitar tujuh menit lamanya, Aksa tiba di dekat rumah Heksa. Perasaan rindu mendadak muncul dalam benak dan hati Aksa ketika kembali ke rumah Ririn yang dulu pernah dikunjungi dan ditinggalinya sewaktu kuliah. Sudah lama sekali aku ingin ke sini. Dan ternyata aku ke sini karena Heksa.
“Ibu tahu kamu adalah penduduk asli desa ini! Ibu juga tahu bahwa desa ini bisa dikunjungi oleh banyak orang dan jadi salah satu tempat wisata di kota Y, semua karena peran ibumu. Tapi Heksa … semenjak kematian ibumu, ada banyak orang hilang di desa ini! Setelah kamu pergi, desa ini kembali aman dan sekarang setelah kamu kembali, orang mulai hilang lagi seperti waktu itu!”
Mendengar ada perdebatan kecil di depan rumah Heksa, Aksa buru-buru bersembunyi dan sengaja untuk mencuri dengar.
“Kenapa Ibu mengaitkan orang yang hilang denganku?? Apa aku yang membuat orang-orang di desa ini menghilang? Ibu nggak punya bukti, jadi jangan asal menuduh.”
Aksa mendengar Heksa membalas ucapan wanita paruh baya itu tanpa terdengar rasa ragu dan takut dalam nada bicaranya. Seperti yang sudah aku duga, wanita itu nggak punya rasa takut. Hanya saja … Aksa diam-diam mengintip ke arah Heksa dan wanita paruh baya yang sedang menyalahkannya.
“Sebelum desa ini kehilangan lebih banyak orang, lebih baik kamu segera kembali ke kota, Heksa!! Desa ini jadi terkutuk sejak kematian ibumu. Apa salah orang-orang di desa ini atas kematian Ibumu?? Mereka nggak ada yang bersalah! Yang salah adalah ayahmu dan sahabat ibumu! Harusnya dua orang itu yang menghilang entah ke mana, sudah cukup jadi bayarannya! Tapi orang lain terus hilang! Dan lagi … Ibu Agung yang hilang sekarang, kemarin sempat adu mulut denganmu, Heksa! Itu sudah cukup jadi bukti jika orang-orang yang hilang di desa ini semua berhubungan denganmu, Heksa!”
Apa ini?? Mendengar ucapan wanita paruh baya itu, tangan Aksa mengepal karena kaget. Rasa takut perlahan muncul dan menyerang Aksa seketika setelah mendengar ucapan itu. Kematian ibunya, hilangnya ayah dan sahabat ibunya, lalu kematian kerabatnya-Ririn dan sekarang hilangnya orang di desa, semua ada hubungannya dengan Heksa??
Glup! Aksa menelan ludahnya sembari menahan tangannya yang mulai gemetar. Ada terlalu banyak kematian di dekat Heksa. Apa ini cuma kebetulan? Tapi kalo dibilang kebetulan, rasanya terlalu banyak ada kebetulan.
“Setelah Ibu Agung, mungkin Ibu yang akan hilang. Ibu nggak takut marah-marah sama saya?? Seperti kata Ibu tadi, Ibunya Agung hilang setelah kemarin berdebat dengan saya. Sekarang Ibu berdebart dengan saya, bukannya Ibu sendiri harusnya takut kalo mungkin besok-besok Ibu yang mungkin hilang??”