Setelah mandi dan berpakaian seadanya, Aksa pergi ke tempat sarapan di bagian rumah utama penginapannya. Di sana … Aksa bertemu dengan Okta yang juga sedang sarapan. Okta menawari Aksa minuman hangat dan kali ini Aksa memilih untuk minum coklat panas.
“Tumben bukan kopi?” Okta membawakan cangkir coklat panas untuk Aksa ke meja di maan Aksa makan. “Padahal bagian bawah matamu kelihatan menghitam pertanda kurang tidur.”
“Apa kelihatan sekali?” tanya Aksa sembari menerima cangkir coklat panasnya dan langsung menyeruputnya.
“Ehm, lumayan.” Okta duduk di dekat Aksa dan melanjutkan sarapannya yang tertunda demi membuatkan Aksa minuman hangat.
“Aku sedang membuat cerita. Kebetulan beberapa malam ini ada yang membuatku tertarik dan otakku bekerja dengan lancar.”
“Ah, kalo gitu aku senang mendengarnya. Setidaknya penginapanku ini membuatmu nyaman hingga bisa membuat cerita yang menyenangkan. Meski aku tidak tahu gimana ceritanya, tapi aku menunggu karyamu, Aksa.”
“Ma-makasih.” Aksa merasa sedikit senang dengan perhatian Okta. Meski tak tahu dirinya adalah comic artist dengan nama pena Bagram, Okta memperlakukannya dengan cukup baik. Bahkan cukup perhatian. Tapi memang begini kan orang di desa, kebanyakan dari mereka memang cukup ramah dan perhatian.
Aksa melihat ke arah Okta yang sedang makan dengan tenang sembari membaca webtoon dari hpnya. Aksa melihat webtoon itu adalah salah satu proyek yang baru saja selesai dikerjakannya tiga minggu yang lalu.
“Suka dengan webtoon itu juga?” tanya Aksa.
“Ehm.” Okta menganggukkan kepalanya. “Aku suka cerita horor, thriller dan kebetulan aku juga suka dengan comic artist Bagram ini. Gambarannya halus dan selalu luar biasa di mataku.”
Senangnya. Aksa bersorak dalam hatinya mendengar pujian yang ditujukan padanya meski yang memujinya tak mengenal dirinya. Aksa memperhatikan Okta dan menemukan jika bagian bawah mata Okta juga menghitam sama seperti dirinya. “Apa karena baca itu, kamu begadang? Bagian bawah matamu juga sedikit menghitam?”
“Ah ini … “ Okta langsung menyentuh bagian bawah matanya. “Ya, kadang-kadang. Tapi beberapa hari ini aku sibuk belanja ke desa sebelah. Ada orang lain yang menginap dan penginapan ini butuh lebih banyak bahan makanan. Pasar di sini kurang lengkap, jadi aku harus ke desa sebelah.”
“Oh gitu.”
Setelah cukup berbincang dengan Okta dan menghabiskan sarapannya, Aksa segera bergegas untuk pergi. Agendanya hari ini adalah mengambil gambar di area pemakaman di mana Ririn dimakamkan. Aksa ingin mengambil gambar lokasi itu sebagai referensi dari gambarnya nanti. Tidak seperti sebelumnya, Aksa meminjam motor milik Okta dan bukan sepeda kayuh yang hanya akan membuatnya merasa lelah selama perjalanan.
Dengan sepeda motor, perjalanan Aksa menjadi jauh lebih cepat dan juga menghemat lebih dari separuh tenaganya.
Sampai juga. Begitu tiba di depan pemakaman, Aksa langsung turun dari motornya dan mengeluarkan kameranya untuk memotret. Klik, klik! Aksa mengambil banyak gambar baik dari secara keseluruhan, dari jarak jauh, jarak dekat maupun beberapa makam yang diambil gambarnya sendiri.